Tambang Pasir Ilegal di Lereng Merapi Rugikan Negara Rp3 Triliun, Bareskrim Tetapkan Satu Tersangka
METROJATENG.COM, JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri menetapkan satu tersangka dalam kasus tambang pasir ilegal di kawasan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM), Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Penetapan ini merupakan hasil pengembangan penyelidikan setelah penggerebekan besar-besaran terhadap aktivitas tambang ilegal bernilai hingga Rp3 triliun.
Wakabareskrim Polri Irjen Nunung Syaifuddin mengatakan, tim penyidik masih terus memeriksa sejumlah saksi untuk memperkuat pembuktian dan menelusuri jaringan yang terlibat.
“Untuk saat ini kita sudah menetapkan satu tersangka dari hasil pemeriksaan di beberapa lokasi. Namun penyelidikan masih berlanjut karena kemungkinan ada pihak lain yang terlibat,” kata Nunung.
Ia menjelaskan, penyidik juga tengah berkoordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah guna memverifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah tersebut.
“Kita akan koordinasi dengan Dinas ESDM untuk memastikan tambang mana yang berizin dan mana yang ilegal. Prinsipnya, kita akan tindak tegas pelaku perusakan lingkungan,” tegasnya.
Menurut Nunung, ada tiga titik utama penambangan yang kini menjadi fokus pemeriksaan. Berdasarkan hasil audit awal, nilai transaksi dari seluruh aktivitas tambang tanpa izin itu mencapai sekitar Rp3 triliun selama satu dekade terakhir.
“Dari laporan yang masuk ke Ditipidter dan Dinas ESDM setempat, kalkulasi kerugian lingkungan dan ekonomi selama sepuluh tahun mencapai sekitar Rp3 triliun,” ungkapnya.
Dua Tahun Terakhir Jadi Masa Puncak Aktivitas
Sebelumnya, tim Bareskrim Polri menggerebek lokasi tambang ilegal di lereng Merapi, tepatnya di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Sabtu (1/11/2025). Dalam operasi itu, ditemukan 36 titik penambangan aktif dan 39 depo penampungan pasir tanpa izin resmi.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Moh Irhamni, mengungkapkan bahwa aktivitas ilegal tersebut sudah berlangsung sekitar dua tahun terakhir dengan volume produksi mencapai 21 juta meter kubik pasir.
“Uang yang beredar dari aktivitas tambang ilegal ini mencapai Rp3 triliun dalam dua tahun terakhir. Semua transaksi berlangsung tanpa pajak dan tanpa kontribusi ke kas negara,” jelas Irhamni.
Ia menambahkan, jika aktivitas tambang dilakukan secara resmi, potensi penerimaan negara dan daerah akan sangat besar dan bisa dimanfaatkan untuk pembangunan serta kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Kalau mereka mengajukan izin resmi, pemerintah bisa menarik kewajiban yang hasilnya kembali ke masyarakat. Tapi karena ilegal, negara justru dirugikan dan lingkungan pun rusak,” pungkasnya.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.