METROJATENG.COM, JAKARTA – Inovasi untuk mewujudkan merdeka belajar hanya mungkin tercapai jika tersedia ruang belajar yang menyenangkan, ekosistem pembelajaran yang mendukung serta infrastruktur belajar yang memadai.
“Banyak tantangan terhadap kemajuan dunia pendidikan. Guru memiliki seperangkat tugas profesional mendampingi para pelajar menemukan kemampuan terbaiknya untuk bertumbuh, menuju masa depan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Transformasi Guru Berkualitas Pasca-Perhelatan Presidensi Indonesia dalam G20, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/11).
Diskusi yang dimoderatori Dr. Radityo Fajar Arianto, MBA (Dosen Universitas Pelita Harapan) itu menghadirkan Prof. Dr. Nunuk Suryani,M.Pd (Plt.Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI), Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd (Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia), Dr. Totok Bintoro, M.Pd (Wakil Rektor Universitas Negeri Jakarta) dan Ahmad Baedhowi AR (Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa) sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Moh. Haerul Amri (Anggota Komisi X DPR RI) dan Ester Lince Napitupulu (Wartawan Kompas Bidang Pendidikan) sebagai penanggap.
Pada kesempatan itu Lestari mengucapkan Selamat Hari Guru yang diperingati 25 November dan memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada seluruh pahlawan tanpa tanda jasa itu yang selama pandemi terus memberikan sumbangsih, mengabdi dengan tulus, terutama mereka yang berada di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).
Para guru, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, hendaknya memiliki pemahaman kognitif tentang bagaimana siswa belajar dan mempersiapkan sisi emosional untuk berhubungan dengan banyak siswa yang ragam kebutuhannya tidak selalu terlihat.
“Masih banyak isu-isu dalam permasalahan pendidikan, bukan hanya substansi dari kurikulum, tapi dalam konteks penyiapan SDM, dan kesejahteraan guru,” jelas Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu
Menurut Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, untuk mengatasi hal itu semua pihak harus bekerja sama, melalui ragam kebijakan untuk mendorong peningkatan kompetensi guru yang sangat menentukan bagi kualitas hasil belajar para peserta didik.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Nunuk Suryani mengungkapkan empat agenda utama yang diangkat oleh Kemendikbudristek RI dalam rangkaian KTT G20 di Bali, yakni pendidikan berkualitas untuk semua, teknologi digital dalam pendidikan, solidaritas dan kemitraan, dan masa depan pekerjaan pascacovid-19.
Menurut Nunuk, empat agenda prioritas dalam education working group presidensi Indonesia G20 itu tentu saja bermanfaat bagi masyarakat dunia dan bangsa Indonesia.
Negara-negara G20, ujar Nunuk, perlu bergotong-royong menghadapi tantangan dalam dunia pendidikan dan mendorong pemulihan pascapandemi.
“Kami memperkenalkan konsep gotong-royong dan memperkuat kolaborasi untuk masa depan dunia pendidikan yang lebih baik,” tambah Nunuk.
Salah satu implementasi untuk mewujudkan agenda tersebut, jelas Nunuk, adalah program pendidikan guru penggerak, yang diharapkan mampu menghidupkan semangat Ki Hajar Dewantara untuk mendorong pengembangan pendidikan yang berkelanjutan untuk menjawab sejumlah tantangan yang dihadapi.
Wakil Rektor Universitas Negeri Jakarta, Totok Bintoro berpendapat melakukan tugas pendidikan adalah untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional sesuai UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sis diknas) yaitu untuk mengembangkan potensi para peserta didik agar bisa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan tujuan yang luar biasa itu, Totok menilai, guru tidak hanya harus memenuhi persyaratan administratif, tetapi juga harus memiliki kualifikasi teknis untuk mengajar.
Untuk mewujudkan generasi yang unggul, tegasnya, perlu segera mengatasi sejumlah persoalan terkait guru saat ini, seperti antara lain distribusi yang tidak merata, mismatch hingga kekurangan guru.
Selain itu, ujar Totok, guru saat ini terjebak rutinitas administratif sehingga hanya sekadar mengajar. Diperlukan guru yang tidak hanya memiliki kemampuan akademik, tetapi juga harus ada panggilan jiwa yang menjadi penentu guru bisa menjadi seorang pendidik.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia, Unifah Rosyidi berpendapat mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi semua adalah persoalan yang sudah lama dihadapi bangsa ini dan belum juga selesai hingga saat ini.
“Bagaimana instrumen kebijakan dan aktor pelaksana yang mengeksekusi kebijakan itu bisa mewujudkan satu sistem yang mendorong sektor pendidikan kita?” ujarnya.
Unifah menilai, Kemendikbudristek belum sepenuhnya membenahi sistem pendidikan guru dan tenaga pengajar secara terstruktur dan berkelanjutan.
Unifah berharap revisi UU Sisdiknas mampu memperbaiki sistem pendidikan yang kita jalani dengan memasukan nilai-nilai Pancasila dalam batang tubuh revisi UU Sisdiknas itu.
Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa Ahmad Baedhowi AR berpendapat semua program pendidikan guru yang ada saat ini baik saja adanya. Namun Baedhowi menilai program tersebut saat ini merupakan program yang sulit diimplementasikan.
“Infrastruktur sistem pendidikan kita tidak bagus untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang baik,” ujar Baedhowi.
Karena, menurut dia, kita tidak pernah duduk bersama mereview kurikulum untuk menghasilkan guru yang berkualitas.
Baedhowi menilai para pemangku kepentingan kurang jernih dalam melihat persoalan pendidikan. Untuk menjawab tantangan saat ini, tegasnya, aspek penguasaan pedagogi para tenaga pengajar harus mendapat porsi lebih besar dari penguasaan teori.
“Perubahan sistem pendidikan guru adalah sebuah keharusan. Guru harus menjadi yang utama, agar kita mampu memproduksi guru dengan baik,” pungkasnya.
Anggota Komisi X DPR RI, Moh. Haerul Amri mengungkapkan untuk menghasilkan guru berkualitas, yang harus diperbaiki adalah infrastruktur pendidikan.
Perbaikan infrastruktur pendidikan ini, jelas Haerul, tidak hanya menjadi tanggungjawab Kemendikbudristek semata, tetapi juga para pemangku kepentingan di pusat dan daerah serta masyarakat.
Perbaikan sistem penerimaan guru dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) , menurut dia, juga harus diperbaiki untuk mendorong kualitas guru di masa datang.
Wartawan Kompas Bidang Pendidikan,
Ester Lince Napitupulu berpendapat peran guru sangat penting. Apalagi, saat ini guru dituntut memiliki peran baru dalam isu pendidikan abad ke- 21 yang sarat dengan teknologi.
Dalam wacana tentang pendidikan masa depan, ujarnya, bahkan peran guru tidak ditinggalkan. Di masa pandemi pun peran guru sangat sentral agar proses pembelajaran tetap berjalan.
Sehingga, jelas Ester, harus ada tanggung jawab para pemangku kepentingan untuk menarik talenta-talenta muda yang mau bergerak dalam sistem pendidikan agar bisa bersama-sama membangun pendidikan yang adaptif dan berkelanjutan.
Di akhir diskusi, wartawan senior Saur Hutabarat bertanya, “Apakah bangsa ini, bangsa yang suka belajar, rajin belajar atau malas belajar? ”
Saur menegaskan, mari kita tingkatkan gairah belajar kita sebagai bangsa.(nda)