METROJATENG.COM, SEMARANG – Emas kembali menjadi sorotan utama di pasar investasi global. Setelah mencatat performa kuat sepanjang 2025, logam mulia ini diprediksi akan melanjutkan tren kenaikan hingga tahun depan. Sejumlah analis bahkan memperkirakan harga emas bisa menembus rekor baru pada 2026, didorong oleh gejolak ekonomi dan perubahan kebijakan moneter di berbagai negara.
Ketidakstabilan ekonomi dunia, konflik geopolitik, serta ancaman inflasi membuat investor berbondong-bondong mencari aset aman. Emas, yang selama ini dikenal sebagai safe haven, kembali menjadi pilihan utama.
Menurut data World Gold Council, permintaan emas fisik dari sektor perhiasan, bank sentral, dan investor institusional meningkat lebih dari 10% sepanjang 2025. Kondisi ini menciptakan tekanan permintaan yang dapat mendorong harga lebih tinggi di tahun depan. Minat terhadap emas meningkat karena ketidakpastian global belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Emas menjadi alat lindung nilai terhadap pelemahan mata uang dan risiko inflasi.
Secara historis, harga emas memiliki pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 11% dalam dua dekade terakhir. Konsistensi ini membuat banyak investor ritel dan institusional menilai emas sebagai aset jangka panjang yang tangguh, bahkan di tengah tekanan ekonomi.
Kinerja positif pada 2025 juga memperkuat ekspektasi bahwa 2026 akan menjadi tahun rekor baru bagi emas. Para analis memproyeksikan harga akan bergerak di kisaran US$3.500–US$4.000 per ons, bergantung pada arah kebijakan moneter The Federal Reserve dan kondisi geopolitik global.
Prediksi dari Lembaga Keuangan Dunia
Sejumlah lembaga keuangan besar memberikan pandangan berbeda soal prospek emas:
- Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan harga emas dapat mencapai US$4.000 per ons pada pertengahan 2026, didorong oleh kebijakan penurunan suku bunga dan meningkatnya ketegangan perdagangan internasional.
- Deutsche Bank menargetkan harga rata-rata emas 2026 berada di US$3.700 per ons, naik dari proyeksi 2025 di kisaran US$2.900.
- Bank of America menilai kenaikan akan lebih moderat, dengan proyeksi US$3.350 per ons pada 2026, seiring stabilisasi ekonomi global.
- J.P. Morgan memprediksi skenario paling optimistis, di mana harga emas berpotensi melampaui US$4.000 per ons jika inflasi tetap tinggi dan pasar keuangan bergejolak.
Beberapa faktor yang diyakini akan menjadi penentu arah harga emas pada 2026 meliputi:
- Kebijakan suku bunga The Fed dan bank sentral global. Penurunan suku bunga biasanya memperlemah dolar AS, sehingga meningkatkan daya tarik emas.
- Ketegangan geopolitik. Konflik di Timur Tengah dan Eropa Timur menjadi pendorong kuat permintaan emas sebagai aset aman.
- Permintaan industri dan bank sentral. Banyak bank sentral negara berkembang memperkuat cadangan emas untuk menstabilkan nilai mata uang.
- Nilai tukar dolar AS. Pelemahan dolar berbanding terbalik dengan kenaikan harga emas di pasar internasional.
Dengan kombinasi faktor-faktor tersebut, tahun 2026 diperkirakan menjadi “tahun keemasan” bagi logam mulia. Walaupun potensi koreksi tetap terbuka jika ekonomi global pulih lebih cepat dari perkiraan, prospek jangka menengah hingga panjang masih mengarah positif.
Bagi investor, tahun depan bisa menjadi momentum penting untuk memperkuat portofolio berbasis emas, baik dalam bentuk fisik, ETF, maupun kontrak berjangka, sebelum harga benar-benar menembus rekor baru.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.