Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Program BSU 2025 Dikritik, Ribuan Pekerja Rentan Tak Tersentuh Bantuan

METROJATENG.COM, JAKARTA – Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025 kembali menuai sorotan. Legislator Komisi IX DPR RI, Nurhadi, melontarkan kritik tajam terhadap mekanisme penyaluran BSU senilai Rp600.000 yang ditujukan untuk pekerja bergaji maksimal Rp3,5 juta. Menurutnya, program ini berisiko besar meninggalkan jutaan pekerja rentan tanpa bantuan.

“Realitanya di lapangan, banyak pekerja berupah rendah, terutama di sektor informal dan mikro, belum terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Mereka inilah yang paling membutuhkan, tapi justru tak tersentuh,” ujar Nurhadi.

BSU 2025 diluncurkan pemerintah sebagai kompensasi atas pembatalan diskon listrik 50%. Bantuan sebesar Rp300.000 per bulan akan diberikan untuk dua bulan sekaligus pada Juni 2025. Namun, hanya pekerja aktif peserta BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025 yang bisa menikmatinya.

Berdasarkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2025, penerima BSU harus memenuhi lima syarat: WNI, peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, bergaji maksimal Rp3,5 juta, bukan ASN/TNI/Polri, dan tidak menerima bantuan sosial lain. Syarat ini dianggap menutup akses bagi jutaan pekerja di luar sistem formal.

“Bagaimana dengan buruh harian, petani, pedagang kaki lima, atau nelayan? Mereka bekerja keras tapi tak terdaftar di BPJS. Padahal merekalah yang paling rentan ketika ekonomi tertekan,” tegas Nurhadi.

Data BPJS: Peserta Aktif Menurun

Data terbaru BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan tren penurunan peserta aktif, dari 45,2 juta orang pada Desember 2024 menjadi hanya 39,7 juta per April 2025. Ini mempertegas kekhawatiran Nurhadi bahwa banyak pekerja bisa tercecer dari jangkauan BSU.

Nurhadi menekankan pentingnya reformasi sistem perlindungan sosial. Ia menilai BSU tidak boleh menjadi solusi tambal sulam yang hanya menyentuh sebagian kecil masyarakat.

“Kalau program seperti ini tidak dievaluasi serius, bantuan yang niatnya baik bisa jadi sumber ketimpangan baru. Pemerintah harus memastikan perlindungan menyentuh semua pekerja, bukan hanya mereka yang sudah masuk sistem,” paparnya.

Ia juga menyoroti perlunya pengawasan ketat dalam penyaluran bantuan agar tepat sasaran dan tidak rawan penyalahgunaan. Nurhadi juga mendorong agar akses terhadap BPJS Ketenagakerjaan diperluas ke sektor informal. Ia menegaskan, jaminan sosial adalah hak semua pekerja, bukan hanya yang duduk di kantor.

“Petani, pedagang, pekerja lepas, semua butuh perlindungan. Jangan sampai saat mereka kecelakaan kerja atau tua, tak ada jaminan yang menyelamatkan,” pungkasnya.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.