Haedar Nashir: Kurban Adalah Jalan Pembebasan dari Jerat Duniawi
METROJATENG.COM, YOGYAKARTA – Ibadah kurban bukan sekadar ritual menyembelih hewan. Lebih dari itu, kurban adalah simbol spiritual pembebasan diri dari jerat materialisme dan ambisi duniawi yang membelenggu jiwa. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam refleksinya menyambut Hari Raya Iduladha.
Dalam pesannya, Haedar mengutip firman Allah dalam Al-Qur’an: “Lan yanâlallâha luhûmuhâ walâ dimâ’uhâ wa lâkin yanâluhut-taqwâ minkum”, yang artinya: “Daging dan darah kurban itu tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian.”
“Makna terdalam dari kurban bukanlah tentang daging atau jumlah hewan yang disembelih. Ini adalah tentang ketulusan melepaskan keterikatan terhadap harta, kekuasaan, dan segala kemegahan dunia,” ujar Haedar.
Ia menekankan, melalui kurban, seorang mukmin dilatih untuk tidak diperbudak oleh apa yang dimiliki. Ketika seseorang mampu merelakan hartanya demi kepentingan orang lain, sesungguhnya ia telah memenangkan pertarungan melawan egonya sendiri.
“Berkurban mengajarkan kita bahwa hidup bukan untuk menimbun, bukan untuk rakus terhadap dunia. Dunia ini nisbi, dan semua akan sirna. Yang kekal hanyalah nilai ibadah dan kemaslahatan yang kita tinggalkan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Haedar mengingatkan bahwa kecenderungan manusia untuk menguasai dan memiliki segala hal bisa menjebak dalam ketamakan tanpa batas. “Sering kali kita tak sadar bahwa kita tengah dikuasai oleh kerakusan, bahkan hingga menggunakan cara-cara yang haram seperti korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan,” imbuhnya.
Ia menutup dengan ajakan reflektif bagi semua umat beriman: menjadikan kurban sebagai momen mengoreksi diri. Apakah selama ini hidup kita dikuasai oleh ambisi duniawi, atau sudahkah kita mampu melepaskan diri dan hidup dalam keluhuran nilai-nilai ketakwaan?
“Jika kita bisa menjadikan kurban sebagai momentum untuk membebaskan diri dari pesona duniawi, maka kita akan menemukan kehidupan yang cukup, moderat, namun penuh makna—baik di dunia maupun di akhirat,” pungkas Haedar.
Comments are closed.