METROJATENG.COM SEMARANG — Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan tradisi, cerita rakyat, dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. Di balik kekayaan budaya tersebut, terselip pula berbagai mitos yang kerap dipercaya oleh masyarakat hingga saat ini.
Walau sebagian mitos diciptakan untuk tujuan baik, seperti menjaga anak-anak atau mengatur norma sosial, tidak sedikit di antaranya yang sudah tidak relevan dan bertentangan dengan pengetahuan modern.
Berikut lima mitos populer yang masih sering dipercaya dan penjelasan faktanya :
1. Duduk di depan pintu akan sulit mendapat jodoh
Mitos ini sangat populer di berbagai daerah di Indonesia. Orang tua sering kali melarang anak muda duduk di ambang pintu dengan alasan bahwa hal tersebut bisa menghalangi datangnya jodoh. Dalam pandangan budaya Jawa, pintu rumah dianggap sebagai gerbang antara dunia luar dan dalam, yang seharusnya tidak dihalangi. Namun, dari sudut pandang ilmiah, tidak ada korelasi antara posisi duduk dan keberuntungan dalam percintaan.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Rina Mulyani, menjelaskan bahwa mitos ini kemungkinan besar berfungsi sebagai cara halus orang tua untuk menjaga tata krama dan ketertiban di rumah. “Duduk di pintu mengganggu sirkulasi orang keluar masuk rumah, sehingga dilarang. Agar larangan ini efektif, dibumbui dengan ancaman soal jodoh,” katanya.
2. Makan semangka dan susu bersamaan bisa keracunan
Mitos ini menakut-nakuti banyak orang agar tidak mengonsumsi semangka bersamaan dengan susu, dengan klaim bahwa kombinasi ini bisa menyebabkan gangguan pencernaan serius atau bahkan keracunan. Padahal, menurut ahli gizi Dr. Putri Saraswati, kedua bahan ini aman dikonsumsi bersamaan.
“Keduanya hanya mengandung air, vitamin, dan gula alami. Selama Anda tidak memiliki intoleransi laktosa atau alergi tertentu, tidak ada alasan medis yang membuat kombinasi ini berbahaya,” jelas Dr. Putri. Mitos ini kemungkinan berakar dari kekhawatiran lama soal makanan ‘dingin’ yang dianggap mengganggu pencernaan jika dikonsumsi secara bersamaan.
3. Keluar malam bisa diculik wewe gombel
Wewe gombel merupakan sosok dalam cerita rakyat Jawa yang digambarkan sebagai makhluk perempuan berambut panjang dan berwajah seram, yang menculik anak-anak yang berkeliaran di malam hari. Cerita ini kerap digunakan orang tua agar anak tidak bermain terlalu lama di luar rumah saat malam tiba.
Budayawan dan peneliti folklor, Prof. Hendra Wibawa, mengatakan bahwa legenda wewe gombel adalah bentuk kontrol sosial pada masa lalu. “Dalam masyarakat agraris dulu, penting agar anak-anak tidak berkeliaran malam-malam demi keamanan mereka. Maka, diciptakanlah figur yang menakutkan,” katanya. Meski demikian, hingga kini banyak anak dan bahkan orang dewasa masih merasa was-was dengan cerita ini, padahal itu hanyalah mitos belaka.
4. Memotong kuku di malam hari membawa kesialan
Larangan memotong kuku saat malam hari cukup populer, bahkan di beberapa negara Asia lainnya seperti Jepang. Dahulu, ketika belum ada penerangan listrik, memotong kuku dengan pisau kecil atau gunting di malam hari memang berisiko melukai diri sendiri. Dari situlah larangan ini muncul.
Namun kini, dengan teknologi modern, penerangan sudah cukup memadai dan alat pemotong kuku lebih aman digunakan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa memotong kuku di malam hari akan membawa nasib buruk atau kesialan. Psikolog budaya, Dr. Andri Saputra, menilai larangan ini adalah contoh bagaimana nasihat praktis di masa lalu berubah menjadi mitos seiring waktu.
5. Tidur dengan rambut basah menyebabkan kebutaan
Banyak orang tua melarang anak tidur dengan rambut basah dengan alasan bisa menyebabkan kebutaan. Mitos ini tidak memiliki dasar medis yang kuat. Menurut dokter spesialis kulit dan kelamin, dr. Intan Mahardika, tidur dalam kondisi rambut basah tidak akan menyebabkan kebutaan, namun memang bisa menimbulkan ketidaknyamanan atau masalah kulit kepala.
“Jika rambut terus-menerus lembap dalam jangka panjang, bisa meningkatkan risiko jamur di kulit kepala. Namun tidak ada hubungannya dengan saraf mata atau risiko kebutaan,” tegas dr. Intan. Ia menyarankan untuk memastikan rambut cukup kering sebelum tidur demi kenyamanan dan kesehatan kulit kepala.
Antara Kearifan Lokal dan Misinformasi
Mitos-mitos seperti ini adalah bagian dari budaya lisan yang memperkaya khasanah Indonesia. Namun, di era informasi seperti sekarang, penting untuk memahami mana yang sekadar legenda dan mana yang terbukti secara ilmiah. Pendekatan yang bijak diperlukan agar kita tidak mudah termakan informasi yang keliru, sekaligus tetap menghormati warisan budaya leluhur.
Ahli antropologi dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Sigit Prabowo, berpesan, “Mitos jangan langsung ditolak mentah-mentah. Pahami konteks sosialnya. Tapi jangan pula dijadikan alasan untuk menutup diri dari ilmu pengetahuan modern.”
Dengan pemahaman yang tepat, masyarakat bisa memetik pelajaran dari mitos tanpa terjebak dalam ketakutan yang tidak berdasar.
Comments are closed.