METROJATENG.COM, JAKARTA – Kabar menggembirakan datang dari dunia pendidikan kedokteran Indonesia. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis universitas kini mulai menerima insentif dari rumah sakit pendidikan milik Kementerian Kesehatan. Langkah ini menjadi angin segar bagi para dokter muda yang selama ini dikenal bekerja keras dalam sistem yang menuntut, namun belum mendapat apresiasi memadai secara finansial.
Dua rumah sakit vertikal yang menjadi pelopor kebijakan ini adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. RS Kariadi bahkan telah menyalurkan insentif sejak Maret 2025 bagi PPDS senior yang berjaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan nominal antara Rp 1,5 juta hingga Rp 4 juta per bulan.
“Ini komitmen kami dalam meningkatkan kesejahteraan para PPDS yang merupakan garda depan pelayanan rumah sakit pendidikan,” ujar Sri Utami, Direktur SDM RSUP Dr. Kariadi. Ia juga menegaskan bahwa ke depan, insentif akan diperluas untuk PPDS di luar IGD, dengan standar yang tengah dirancang oleh Kemenkes agar tidak terjadi ketimpangan antar rumah sakit.
Sementara itu, RS Harapan Kita telah lebih dulu menerapkan sistem insentif serupa. Direktur Utamanya, dr. Iwan Dakota, menyebutkan bahwa nilai insentif disesuaikan dengan semester pendidikan, berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta. Untuk program fellowship intervensi, angkanya bahkan mencapai Rp 4,72 juta per bulan.
“Kami sudah lama memberikan insentif ini sebagai dukungan nyata untuk pendidikan spesialis yang optimal dan berkelanjutan,” tegas Iwan.
Reformasi Menyeluruh untuk PPDS
Pemberian insentif ini hanyalah bagian dari langkah lebih besar: menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan profesional. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya menyatakan bahwa PPDS universitas akan diberi perhatian yang sama seperti PPDS berbasis rumah sakit, termasuk dalam skema dukungan finansial.
Selain insentif, Kemenkes kini fokus menciptakan atmosfer pendidikan yang terbebas dari perundungan. Sejak pertengahan 2023, pemerintah aktif menerima laporan kekerasan verbal, fisik, dan psikologis di institusi pendidikan kedokteran. Hingga April 2025, tercatat 2.668 aduan masuk, dengan 24% di antaranya terkait perundungan.
Untuk merespons, Kemenkes membuka kanal aduan resmi yang bisa diakses oleh tenaga kesehatan dan masyarakat melalui WhatsApp di 0812-9979-9777 atau situs perundungan.kemkes.go.id.
Satu langkah progresif lainnya adalah pemberian Surat Izin Praktik (SIP) tambahan sebagai dokter umum bagi PPDS. Hal ini memungkinkan mereka menjalankan praktik mandiri secara legal di luar jam pendidikan, sekaligus menambah penghasilan tanpa melanggar hukum.
Tak hanya itu, jam kerja di rumah sakit pendidikan juga akan diperketat untuk menghindari eksploitasi, sejalan dengan semangat reformasi pendidikan kedokteran yang manusiawi dan berkeadilan.
Dengan kebijakan-kebijakan tersebut, Kementerian Kesehatan menunjukkan komitmennya dalam mentransformasi sistem pendidikan kedokteran Indonesia. PPDS tak lagi hanya menjadi ‘pekerja diam’ di balik sistem kesehatan, tapi mulai mendapatkan hak dan perlindungan yang layak sebagai calon spesialis masa depan.
Comments are closed.