Wacana Perpanjangan Usia Pensiun ASN Picu Polemik: Legislator Soroti Dampak Regenerasi dan Beban Negara
METROJATENG.COM, JAKARTA – Usulan perpanjangan usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) menuai kritik tajam dari kalangan legislatif. Anggota Komisi II DPR RI, Ateng Sutisna, menilai bahwa wacana tersebut bukan hanya berisiko memperlambat regenerasi birokrasi, tetapi juga bisa memperparah ketimpangan struktural dan memperbesar beban keuangan negara.
Menurut Ateng, masa pensiun bagi ASN bukan sekadar akhir dari karier, melainkan bentuk penghargaan atas dedikasi dan pengabdian. “Pensiun itu bukan akhir dari segalanya. Justru itu adalah awal untuk menikmati hasil kerja keras dan membuka ruang bagi generasi baru,” ujar politisi dari Fraksi PKS tersebut.
Ia menegaskan, ASN bekerja untuk negara, bukan perusahaan pribadi yang bisa menentukan masa kerja seumur hidup. “Ada siklus yang harus dihormati. Jika tak ada regenerasi, kita akan kehilangan semangat baru dalam pelayanan publik,” tegasnya.
Tak hanya menyangkut regenerasi, Ateng juga menyoroti potensi tersingkirnya generasi muda. Di tengah tingginya angka pengangguran terdidik, perpanjangan usia pensiun bisa semakin menutup peluang bagi lulusan baru untuk bergabung dalam birokrasi negara.
Lebih lanjut, Ateng mengingatkan bahwa nasib tenaga honorer dan PPPK juga menjadi taruhannya. “Ruang untuk mereka akan makin sempit. Padahal, banyak dari mereka yang sudah mengabdi bertahun-tahun dan kini menanti kepastian status,” ungkapnya.
Dari sisi keuangan, data BPJS Kesehatan tahun 2023 menunjukkan bahwa ASN berusia di atas 60 tahun memiliki beban klaim kesehatan hingga 2,3 kali lipat dibandingkan ASN usia 40-55 tahun. Ini berpotensi menambah beban APBN di tengah kondisi fiskal yang sudah ketat.
Ateng juga mengutip pandangan IMF dan OECD yang menyarankan agar negara berkembang menetapkan batas usia pensiun maksimal di angka 60–65 tahun guna menjaga keseimbangan fiskal dan mendorong dinamika tenaga kerja.
Sebagai alternatif, ia justru mendorong pemerintah untuk mengembangkan strategi reformasi birokrasi melalui efisiensi, digitalisasi, dan peremajaan aparatur. Ia mencontohkan langkah Singapura yang memberikan insentif pensiun dini sebagai bagian dari transformasi birokrasi.
“Bukannya memperpanjang, yang kita butuhkan adalah menyuntikkan energi baru dalam birokrasi, bukan menahannya dengan mempertahankan yang lama,” pungkas Ateng.
Comments are closed.