Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Gratifikasi Masih Membayangi Dunia Pendidikan

METROJATENG.COM, JAKARTA – Parsel lebaran, bingkisan, atau hadiah untuk guru sering dianggap sebagai ungkapan terima kasih yang lumrah. Tapi, apakah kita sadar bahwa kebiasaan ini bisa menjadi celah awal runtuhnya integritas di dunia pendidikan?

Realitanya, praktik pemberian semacam ini bukan sekadar sopan santun. Bagi aparatur sipil negara (ASN), menerima hadiah yang berkaitan dengan pekerjaan merupakan pelanggaran, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf K PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

Hal ini terungkap dalam Indeks Integritas Pendidikan 2024 dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bagian dari Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan. Hasil survei ini bukan sekadar angka, tapi menjadi cermin yang menunjukkan masih kuatnya bayang-bayang gratifikasi dan konflik kepentingan dalam dunia pendidikan – dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

“Masih ada 30% guru dan dosen, serta 18% pimpinan satuan pendidikan yang menganggap pemberian dari siswa atau orang tua sebagai hal biasa. Ini berbahaya. Jika dibiarkan, bisa menjadi awal dari praktik korupsi yang dinormalisasi,” ujar Wawan Wardiana, Deputi Bidang Peran Serta Masyarakat KPK.

Data SPI 2024 menunjukkan bahwa 65% satuan pendidikan yang disurvei mengakui adanya kebiasaan pemberian hadiah dari orang tua kepada guru, terutama saat hari raya atau kenaikan kelas. Lebih memprihatinkan lagi, 22% menyatakan pemberian tersebut bertujuan agar nilai siswa dinaikkan atau agar bisa lulus.

Pendidikan seharusnya menjadi tempat menanamkan nilai dan etika, bukan menjadi ladang kompromi terhadap perilaku menyimpang. Karena itu, KPK mengajak semua pihak untuk berhenti menormalisasi praktik gratifikasi, sekecil apa pun bentuknya.

Apresiasi Tak Selalu Harus Berbentuk Hadiah

Menghargai guru tak harus lewat hadiah. Bentuk apresiasi yang jauh lebih berarti bisa berupa ucapan terima kasih yang tulus, testimoni positif, atau bahkan kontribusi nyata untuk meningkatkan mutu pendidikan.

KPK juga mendorong sekolah dan kampus untuk membangun sistem yang lebih transparan dan bebas dari konflik kepentingan – mulai dari pengadaan barang dan jasa hingga pelibatan publik dalam pengawasan.

“Kalau di sektor pendidikan saja kita sudah kompromi soal integritas, bagaimana dengan sektor lain?” tutup Wawan.

Comments are closed.