Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Heboh ‘Dirty Vote’, Kecurangan Masif Pemilu Oleh Para Penguasa

METROJATENG.COM, JAKARTA – Memasuki hari tenang, publik dihebohkan dengan munculnya film dokumenter tentang kecurangan pemilu. Dirty Vote, sebuah film dokumenter yang disampaikan oleh tiga orang ahli hukum tata negara yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.

Film yang sudah ditonton lebih dari 345 ribu orang, hanya dalam sehari diupload oleh akun youtube Dirty Vote ini, memuat tentang berbagai model kecurangan, pengkondisian hingga deal-deal tertentu demi memenangkan pemilu. Dan semua dilakukan dengan menabrak tatanan demokrasi.

Dalam tayangan tersebut, Bivitri menjelaskan, sejumlah fakta berikut data yang terjadi di berbagai daerah dari Sumatera, Jawa hingga Papua dan lainnya. Semua dilengkapi tayangan video pendukung serta data-data.

“Jelas terlihat, kekuasaan dikerahkan untuk mempertahankan status quo. Ini rekaman sejarah perihal rusaknya demokrasi di Indonesia. Bahwa demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi”, ucapnya.

Sementara Feri Amsari memaparkan mengapa ada paslon yang gencar menyampaikan hasil survei sudah di atas 50 persen dan pilpres diyakini satu putaran. Menurutnya, jika pipres dua putaran, akan membuat resiko kekalahan pada paslon yang sekarang memimpin survei. Sebab, pertarungan pemilu, kerap melahirkan dikotomi pro status quo dan pro perubahan.

“Kita ambil contoh saja pada pilkada DKI, dimana Ahok dan Jarot pada saat itu didukung oleh Presiden Jokowi dan semua survei memenangkan Ahok-Jarot, diikuti Anies-Sandiaga dan AHY-Silviana. Tetapi pada putaran kedua, kekuatan pengkritis yaitu Anies dan AHY bersatu, sehingga Ahok-Jarot kalah. Ini yang dikhawatirkan oleh paslon nomor 2, terlebih sekarang muncul gerakan 4 jari, sebagai simbol bersatunya kekuatan 01 dan 03”, ungkapnya.

Ketidaknetralan Pj

Dalam video, Zainal Arifin Mochtar juga mengungkapkan Komisi Informasi Pusat dan Ombudsman RI menyatakan, penunjukkan pejabat (Pj) di seluruh wilayah adalah maladministrasi, penyalahgunaan wewenang untuk memenangkan pemilu, terkait sebaran wiilayah. Sebab Pj mempunyai kewenangan untuk memobiisasi birokrasi, intervensi izin kampanye hingga pemberian sanksi atau tidak terhadap jajaran di bawahnya.

“Di  Kalimantan barat, Pj terang-terangan menyatakan untuk memilih capres yang memihak pada pembangunan IKN, sebab jika IKN dibangin, pasti Kalimantan maju dan itu ada videonya. Pj gubernur Bali, memerintahkan untuk mencabut spanduk, baliho dan poster Ganjar, di Muna Barat, Pj kenalkan caleg DPD RI yang harus dipilih, yang juga merupakan ketua relawan Ganjar”, ucapnya.

Video tersebut juga mengungkapkan upaya kecurangan di Sorong, Papua Barat, dimana Pj menandatangani pakta integritas dengan kepala BIN setempat, untuk memenangkan Ganjar 60 persen di wilayahnya. Ada surat pakta integritas yang diperlihatkan dalam video tersebut.

Di bagian akhir video, para ahli hukum ini menyoroti MK, dimana menurutnya palu hakim MK sudah patah berkeping-keping. Keseluruhan rencana dan desain dalam pemilu ini, tidak dibuat dalam waktu satu malam. Tetapi ini sangat terstruktur, sistematis dan massif, disusun bersama oleh kekuatan penguasa.

Comments are closed.