Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Santri Jateng Didorong Jadi Pelopor Anti-Kekerasan

METROJATENG.COM, SEMARANG – Suasana berbeda terlihat di Gedung Sasana Widya Praja, Semarang, pada Kamis (14/5/2025). Ratusan santri dari berbagai penjuru Jawa Tengah berkumpul bukan untuk mengaji atau belajar kitab, melainkan untuk memperkuat peran mereka dalam menciptakan lingkungan pesantren yang bebas dari kekerasan dan perundungan.

Kegiatan bertajuk Keterampilan Hidup Remaja ini difasilitasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai bagian dari kampanye menciptakan Pesantren Ramah Anak. Sebanyak 200 lebih santri antusias mengikuti pelatihan yang fokus pada kesadaran hak anak, mulai dari perlindungan terhadap kekerasan hingga pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan sosial.

Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, dalam sambutannya menegaskan pentingnya memperkuat benteng mental dan fisik anak-anak di lingkungan pesantren. Menurutnya, kesejahteraan anak tak cukup hanya dilihat dari aspek ekonomi, namun juga dari rasa aman dan nyaman dalam tumbuh kembangnya.

“Pondok pesantren adalah tempat pendidikan akhlak terbaik. Tapi kalau masih ada kekerasan dan perundungan di dalamnya, maka nilai-nilai itu jadi hanya slogan,” tegas Gus Yasin, sapaan akrabnya.

Ia menyoroti potensi kerawanan di pesantren mengingat jumlahnya yang tidak sedikit. Berdasarkan data Kementerian Agama, ada lebih dari 5.200 pesantren di Jawa Tengah dengan 520.000 santri. Angka yang besar ini menjadi tantangan tersendiri dalam menciptakan sistem perlindungan anak yang efektif.

Tak hanya menekankan edukasi untuk para santri agar tidak menjadi korban atau pelaku kekerasan, Gus Yasin juga mendorong kerja sama lintas lembaga, termasuk RMI Nahdlatul Ulama dan Kemenag, untuk membantu pendaftaran dan pendampingan pesantren yang belum tercatat resmi.

Lebih jauh, ia membuka wacana agar pendekatan “ramah anak” ini juga bisa diterapkan di lembaga keagamaan lain yang memiliki sistem pendidikan berasrama, seperti gereja dan vihara.

“Di lembaga-lembaga pendidikan berasrama lain pun kerawanan serupa bisa terjadi. Maka model ini bisa jadi contoh yang kita bawa ke luar lingkungan pesantren,” ujarnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jateng, Ema Rachmawati, menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan kerja sama antara DP3AP2KB Jateng, Kanwil Kemenag, UNICEF, dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten.

Ia mengingatkan bahwa media sosial turut berperan menyebarkan normalisasi kekerasan, sehingga pembekalan semacam ini penting untuk meningkatkan literasi dan kepedulian santri terhadap hak-hak anak dan dampak buruk kekerasan.

“Kami ingin anak-anak memahami bahwa kekerasan, sekecil apapun bentuknya, harus dicegah, ditangani, dan korbannya dipulihkan,” ujar Ema.

Comments are closed.