Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Kondisi Ekonomi Makin Berat, Pengusaha Harus Cerdas Menghadapinya

­METROJATENG.COM, SEMARANG – Kondis ekonomi yang masih tidak menentu dan dirasakan makin berat, membuat para pengusaha harus cerdas dalam menjalan usaha dan  melakukan efisiensi, jika dibutuhkan.. Namun efisiensi ini memiliki dampak yang kurang baik , seperti pengurangan tenaga kerja, sehingga gelombang Pemutusan Hubungan kerja (PHK) tidak bisa dihindari.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang Dedi Mulyad, menyampaikan,  guna mencegah terjadinya PHK, ini saat ini industri di Semarang maupun wilayah lain lebih memilih merelokasi usahanya ke tempat lain agar bisa terus berjalan.

“Relokasi ini dimaksudkan untuk mencari lokasi pabrik dan tenaga kerja dengan upah yang terjangkau  Pemindahan lokasi pabrik ini sudah banyak dilakukan para pengusaha, agar industri tetap berjalan, jelas Dedi, kepada wartawan di kantornya pada Senin (24/3/2025).

Ditambahkan Dedi, tidak sedikit perusahaan yang nelakukan efisiensi ini terpaksa haru men-PHK karyawan. Namun PHK ini meupakan alternatif terakhir.

“Masa depan industri sekarang tidak bisa prediksi berapa lama akan bertahan, aturan berubah-ubah terus, sudah dihitung berubah lagi, sehingga kepastiannya belum jelas. Industri yang sangat vesar dan solid pada akhirnya bisa tumbang, karena ekonomi yang semakin berat.” ucapnya.

Sementara itu nyinggung pemberlakuan Upah Minimum Sektoral kabupaten/kota (UMSK),  kalangan pengusaha di Kota Semarang,  keberatan dengan diberlakukannya Upah Minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) 2025.

Dedi Mulyadi mengatakan, penerapan UMSK di Kota Semarang belum tepat dan justru kian membebani para pengusaha. khususnya industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti garmen dan industri padat karya lainnya.8

Ia mengatakan, di Kota Semarang dan Kabupaten Jepara banyak industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga belum pas diterapkan UMSK tersebut.

Menurutnya, saat ini pengeluaran terbesar industri padat karya diperuntukkan untuk gaji karyawan yang mencapai 40-50 persen dan terus mengalami kenaikan setiap tahun.

“Pengeluaran terbesar industri padat karya seperti garmen 40-50 persen untuk tenaga kerja dan sisanya untuk bahan baku. Upah di selalu naik namun produksi tidak naik,” jelasnya.

Dedi menyatakan, pemberlakuan UMSK lebih tepat jika diterapkan di wilayah dengan industri yang sudah tertata seperti di Bali yang banyak industri hotel-hotel.

“UMSK bisa diterapkan seperti di Bali yang kebanyakan hotel, sedangkan di Jateng masih campur-campur, sehingga masih banyak kendala,” katanya.

Ia mengatakan, saat ini industri di Semarang maupun wilayah lain lebih memilih merelokasi usahanya ke tempat lain agar bisa terus berjalan.

Tidak hanya itu, lanjutnya industri juga melakukan efisiensi dan ada yang melakukan PHK karena banyaknya aturan-aturan baru yang berubah terus.

“Masa depan industri sekarang tidak bisa prediksi berapa lama akan bertahan, aturan berubah-ubah terus, sudah dihitung berubah lagi, sehingga kepastiannya belum jelas,” ucapnya.

Melihat kondisi ekonomi yang semakin berat  diharapkan  pemberlakuan UMSK bisa dikaji ulang lebih jelas dan mengajak kalangan pengusaha untuk berdiskusi mencari solusi terbaik bagi kelanjutan usaha maupun bagi pekerja.(*).

Comments are closed.