Dianggap Membebani Masyarakat, Anggota DPRD Banyumas Ini Langsung Kirim Surat ke DPR RI Terkait PMA Pencatatan Pernikahan
METROJATENG.COM, PURWOKERTO – Pemberlakuan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024 mengenai pencatatan pernikahan, yang mengharuskan perubahan nama suami/istri dalam akta nikah melalui proses persidangan, dianggap memberatkan dan mempersulit masyarakat. Merespons hal ini, anggota DPRD Banyumas dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dedi Supriyanto, segera mengambil langkah cepat dengan berkoordinasi lintas sektoral dan mengirimkan surat resmi kepada DPR RI.
“Ada keluhan masyarakat yang disampaikan ke saya, bahwa saat akan membuatkan akta kelahiran untuk anaknya, nama ibunya berbeda yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat nikah, kemudian saat mengurus ke KUA Banyumas ternyata ditolak dan diminta untuk melampirkan putusan pengadilan,” terangnya, Selasa (25/2/2025).
Mendapatkan keluhan tersebut, Dedi bersama degan Wakil Ketua Fraksi PKS, Atik Luthfiyah segera berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dindukcapil) Kabupaten Banyumas, Kemenag Banyumas, Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto dan Banyumas, serta Pengadilan Agama (PA) untuk mencari solusi. Menurutnya, aturan tersebut justru membebani masyarakat, terutama yang berasal dari desa, yang harus melalui proses pengadilan hanya untuk mengubah akta nikah.
“Sebagian besar yang mengalami masalah ini adalah warga desa. Bagi mereka, mengurus hal-hal administratif yang membutuhkan jalur pengadilan tentu sangat merepotkan,” tambah Dedi yang juga Ketua Fraksi PKS DPRD Banyumas.
Dari hasil koordinasi, aturan tersebut berlaku mengikat sejak awal tahun 2025. Namun, dalam berbagai diskusi yang dilakukan, persidangan untuk mengubah nama dalam akta nikah harus dilaksanakan melalui Pengadilan Agama (PA), karena aturan baru tidak secara jelas menyebutkan pengadilan mana yang harus digunakan.
Kirim Surat ke DPR RI
Dedi menyampaikan bahwa dirinya telah mengirimkan surat kepada Komisi VIII DPR RI untuk menanggapi masalah ini. Dalam surat yang ditujukan kepada anggota Komisi VIII, Ustadz Fikri Faqih, Dedi menyebutkan bahwa aturan tersebut menyulitkan masyarakat karena mengharuskan mereka melalui proses pengadilan. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, perbaikan administrasi buku nikah dengan proses pengadilan jelas menambah beban biaya dan waktu.
“Surat sudah saya kirimkan dan sudah direspon, kita tinggal menunggu tindak lanjut berikutnya,” ucap Dedi.
Terkait persidangan melalui PA, Dedi juga meminta agar PA segera membuat prosedur operasional standar (SOP) yang jelas agar masyarakat memahami dengan mudah bagaimana cara mengajukan permohonan. Ia menegaskan bahwa perubahan nama atau penambahan nama dalam akta nikah seharusnya menjadi prioritas untuk disidangkan, sementara perubahan redaksional sederhana seperti dari “Soe” menjadi “Su” tidak perlu melalui proses tersebut.
“Yang jelas, negara jangan mempersulit rakyat. Harusnya, semuanya lebih mudah,” tegas Dedi.
Comments are closed.