Gerakan Coblos Kotak Kosong di Pilkada Banyumas, Bentuk Perlawanan Terhadap Elit Parpol
METROJATENG.COM, PURWOKERTO – Gerakan coblos kotak kosong yang mewarnai Pilkada Banyumas 2024, tidak hanya sebatas marak di media sosial, namun sudah terimplementasikan dengan pemasangan tiga baliho besar di Kota Purwokerto. Hal ini merupakan bentuk dari kekecewaan serta perlawanan masyarakat Banyumas terhadap elit partai politik (parpol).
Pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Indaru Setyo Nurprojo SIP.MA mengatakan, selama ini publik sudah banyak melihat hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran etika politik. Mulai dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), penetapan usia wakil presiden, sampai dengan upaya pergantian ketua parpol dan lainnya. Dan ketika, peristiwa-peristiwa yang dianggap publik merupakan bentuk pelanggaran etika politik tersebut terjadi di Banyumas, maka rakyat melawan.
“Publik sudah melihat kemunculan calon lain, maka ketika elit partai membalikan dukungan secara sepihak, maka rakyat melihat ini sebagai sebuah pelanggaran etik, seperti yang terjadi di kancah nasional. Meskipun sebenarnya hal tersebut sah-sah saja, tetapi di mata publik hal tersebut tidak seharusnya terjadi, sebab mereka tidak sampai pada bargaining politik di tataran elit partai”, papar Indaru.
Dosen FISIP Unsoed ini mengatakan, fenomena coblos kotak kosong ini menjadi gayung bersambut, ada yang bergerak dan rakyat menyambutnya. Keriuhan gerakan coblos kotak kosong yang semua hanya di media sosial dengan munculnya meme serta lagu-lagu, sekarang sudah merambah ke dunia nyata dengan munculnya baliho-baliho coblos kotak kosong.
Tantangan
Lebih lanjut Indaru menyampaikan, terkait signifikan tidaknya gerakan ini, menjadi tantangan bagi penggeraknya yaitu Koalisi Rakyat Banyumas. Seberapa jauh gerakan ini termanage dengan baik dan pesan-pesannya tersampaikan dengan baik ke masyarakat. Mengingat gerakan ini tidak terstruktur, bergerak sendiri sebagai bentuk luapan kekecewaan dan perlawanan terhadap elit partai.
“Sebenarnya gerakan ini bukan sebatas soal kalah menang saja, tetapi juga menyangkut nasib demokrasi di Banyumas, apakah akan tersandera dengan kepentingan elit partai atau rakyat mempunyai kekuatan untuk melakukan perlawanan?”, ucapnya.
Jika dilihat dari komposisi dukungan, dimana seluruh partai parlemen di Banyumas mendukung pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati, Sadewo Tri Lastiono – Dwi Asih Lintarti, maka paslon tersebut mengantongo 98 persen suara pemilih dan hanya menyisakan kurang dari 2 persen suara saja.
Namun, dalam perkembangannya, jika gerakan coblos kotak kosong terkonsolidasikan dengan baik dan terstruktur, maka hal tersebut menjadi sebuah ancaman yang signifikan bagi paslon yang ada.
“Semoga fenomena kotak kosong ini bisa menjadi pengingat bagi elit partai, untuk bersama-sama membangun kesadaran demokrasi yang baik dan benar”, pungkasnya.