Guru Besar Babad Banyumas Sebut ‘Ndasmu’ Ungkapan yang Lazim di Banyumas
METROJATENG.COM, PURWOKERTO – Guru Besar Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) yang juga penulis Babad Banyumas, Prof.Dr. Sugeng Priyadi M.Hum mengatakan, ungkapan ‘ndasmu’ merupakan kata-kata yang lazim bagi warga Banyumas. Ndas sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya lingkaran kepala.
“Orang Banyumas lebih lazim menggunakan kata-kata ‘ndas’ dibandingkan sirah, walaupun lebih halus. Karena ‘ndas’ itu ungkapan yang biasa disampaikan sebagai bentuk candaan dan keakraban dalam pergaulan”, jelasnya, Kamis (21/12/2023) malam.
Menurut Prof Sugeng, pada jaman kanak-kanak dulu, kata-kata ndasmu, gundulmu, matamu sangat lazim digunakan. Bahkan matamu dijadikan suatu icon kaos di Jogya dengan kemasan bahasa lain, yaitu dagadu yang artinya sama, matamu. Dengan tegas, Prof Sugeng mengatakan, bahwa ndasmu tidak berkonotasi negatif.
“Justru yang dianggap tidak sopan adalah ketika memegang kepala orang lain, tetapi kalau ucapan ‘ndasmu’ itu sudah sangat biasa di Banyumas”, tuturnya.
Prof Sugeng menyebut, mayarakat Banyumas sangat egaliter, memandang orang sama, tidak ada yang lebih tinggi ataupun rendah. Dan budaya cablaka yang kental, membuat orang Banyumas terbiasa bercanda dengan kata-kata ndasmu, gundulmu, matamu dan lainnya.
“Bahkan kalau dilihat, orang Banyumas jika bercanda justru lebih ‘saru’ dari sekedar ndasmu. Masih banyak kata-kata yang lebih ekstrim yang biasa digunakan saat bercanda, sehingga menurut saya, kata-kata Pak Prabowo yang sedang ramai dibicarakan itu, sama sekali tidak menyinggung orang Banyumas”, ungkapnya.
Cablaka
Prof. Sugeng mencontohkan, dulu mantan Menteri Soesilo Sudarman pernah ditanya wartawan tentang kunci sukses hidupnya dan ia menjawab karena rajin Salat Tahajud. Ketika ada pertemuan dengan orang-orang Banyumas, banyak yang menyindir dan bilang ‘guplak’ serta ‘guplak belo’ yang artinya omong kosong atau omong kosong seperti kerbau. Hal ini menjadi gambaran cara bercanda orang Banyumas yang cablaka dan egaliter.
“Werkudara, Antasena serta Wisanggeni dalam wayang Banyumas, sama sekali tidak bisa bahasa kromo, yang digunakan bahasa cablaka. Dan menurut saya, Pak Prabowo sebagai orang yang mempunyai darah Banyumas, sangat cablaka. Hanya saja, karena situasi sekarang kental dengan nuansa politik, maka apapun yang diucapkan bisa digoreng-goreng”, kata Prof Sugeng.
Lebih lanjut Prof. Sugeng mengatakan, ketika dalam suatu dialog acara televisi Prabowo menjawab pertanyaan, bahwa ia punya usaha-usaha yang sulit. Dialog ini yang kemudian oleh capres lain dihubungkan dengan kekuasaan dan menjadi senjata untuk menyerang Prabowo. Prof. Sugeng mengaku sangat tahu apa yang dimaksud Prabowo dengan kata-kata usaha sulit, yaitu saat ia mengambil alih usaha yang pailit.
“Usaha yang pailit diambil alih ya memang sulit saat memulainya, dengan ataupun tanpa kekuasaan, tetapi kemudian digeneralisasi seolah-olah penguasa dan pengusaha itu menyatu”, ucapnya.
Terpisah, Yoga Sugama dari Partai Gerindra Banyumas mengungkapkan, kata-kata ‘ndasmu’ diucapkan Prabowo dalam pertemuan terbatas dengan pengurus partai dan dalam konteks guyon atau bercanda. Sebagai warga Banyumas, Yoga mengaku sama sekali tidak tersinggung. Sebaliknya, ia merasa bangga karena dalam pertemuan tersebut, Prabowo sempat menggunakan Bahasa Banyumasan dan diucapkan dengan gaya jenaka.
“Saya sama sekali tidak tersinggung, justru merasa bangga, Pak Prabowo mengenalkan Bahasa Banyumasan dalam pertemuan internal partai”, pungkasnya.