DPRD Jateng Soroti Ancaman Kekeringan, Setya Arinugroho Dorong Strategi Jangka Panjang
METROJATENG.COM, BANYUMAS – Musim kemarau belum mencapai puncaknya, namun peringatan sudah disampaikan Wakil Ketua DPRD Jateng, Setya Arinugroho. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyuarakan keprihatinan mendalam atas ancaman kekeringan yang kembali membayangi wilayah-wilayah strategis di Provinsi Jateng.
“Ini bukan sekadar fenomena musiman. Kekeringan sudah menjadi alarm ekologi yang mendesak kita untuk bertindak lebih serius,” tegasnya, Minggu (25/5/2025).
Data dari BMKG dan BPBD Jawa Tengah menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan, dimana lebih dari 20 kabupaten/kota mengalami penurunan curah hujan drastis. Wilayah pertanian utama seperti Grobogan, Blora, Wonogiri, hingga Rembang kini berada di ambang krisis. Ribuan hektare sawah terancam gagal panen, dan sumber air bersih di desa-desa mulai mengering. Kekeringan ini tak hanya berdampak pada lahan pertanian. Tekanan sosial di masyarakat meningkat seiring sulitnya akses terhadap air bersih.
“Kalau petani gagal panen dan air tidak tersedia, bukan cuma soal ekonomi. Ini akan berimbas pada stabilitas sosial,” tambah Setya Ari.
Berdasarkan data BPS 2024, Blora menjadi wilayah terdampak terparah dengan 87 desa, diikuti Grobogan (71 desa), serta daerah lainnya seperti Cilacap, Banyumas, dan Purbalingga.

Langkah Strategis
Sebagai respons, DPRD Jawa Tengah mendorong percepatan sejumlah program kunci, mulai dari distribusi air bersih yang lebih cepat dan merata melalui BPBD dan PDAM, pemetaan digital wilayah rawan kekeringan berbasis geospasial untuk intervensi yang tepat, revitalisasi embung dan infrastruktur air, termasuk irigasi dan sumur resapan, hingga kolaborasi lintas sektor antara dinas pertanian, lingkungan hidup, dan pekerjaan umum, serta edukasi publik soal konservasi air dan perlindungan sumber mata air.
“Ketahanan air tidak bisa dibangun dengan proyek jangka pendek. Ini soal komitmen jangka panjang, mulai dari desa hingga pusat pemerintahan,” tegas Setya Ari.
Sebagaimana diketahui, BMKG memprediksi bahwa sebagian wilayah Indonesia, termasuk Jawa Tengah, akan mengalami curah hujan di bawah normal. Fenomena El Nino yang memanaskan suhu muka laut memperburuk kondisi, dengan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi antara Juni hingga Agustus 2025.
Setya Ari menekankan, kondisi ini justru menjadi peluang untuk memperbaiki sistem. Menurutnya, jangan tunggu kekeringan datang baru sibuk bergerak, tetapi harus mulai bangun sistem untuk menghadapi iklim ekstrem. Ia juga mengajaksektor swasta, dan komunitas lokal untuk ikut terlibat. Mulai dari menanam pohon, menjaga sumber mata air, mengurangi pemborosan, hingga aktif melaporkan wilayah terdampak.
“Kalau masyarakat sudah kesulitan air, itu tandanya negara harus hadir lebih cepat. Ini saatnya kita berhenti reaktif dan mulai berpikir visioner,” tutupnya.
Comments are closed.