Membuka Jalan ke Indonesia Emas 2045, Menyatukan Akses dan Mutu Pendidikan Tinggi
METROJATENG.COM, PURWOKERTO – Setiap Hari Pendidikan Nasional bukan hanya peringatan seremonial, tapi momen refleksi tentang bagaimana bangsa ini mencerdaskan generasinya. Dalam bayang-bayang ambisi besar menuju Indonesia Emas 2045, pendidikan tinggi punya peran vital sebagai motor penggerak kemajuan nasional.
Kepala Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pembelajaran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Ir. Juni Sumarmono M.Sc.Ph.D mengatakan, ada dua hal mendesak yang harus jadi perhatian dalam perjalanan pendidikan, yaitu akses pendidikan tinggi yang merata dan peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Meskipun Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia terus meningkat, realitasnya masih jauh dari target. Tahun 2024, APK baru menyentuh angka 31,45%, sementara target untuk tahun 2045 adalah 60%. Capaian ini belum mampu menyamai banyak negara anggota OECD maupun tetangga di kawasan ASEAN.
“Semua perguruan tinggi, termasuk Unsoed, memikul tanggung jawab besar untuk membuka akses lebih luas. Kami menerima lebih dari 10.000 mahasiswa baru tiap tahun melalui 99 program studi, dan lebih dari setengahnya sudah terakreditasi Unggul atau A,” ujar Prof. Juni.
Namun demikian, tantangan utama justru terletak pada ketimpangan akses. Kesenjangan antara kota dan desa, antara wilayah Jawa dan luar Jawa, serta antara kelompok masyarakat kaya dan kurang mampu masih mencolok. Jika APK meningkat tanpa disertai pemerataan, ketidakadilan justru akan semakin menganga.
Sebagai solusi dibutuhkan langkah inklusif dan konkret, antara lain beasiswa yang tepat sasaran, penguatan infrastruktur di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), serta penggunaan teknologi digital sebagai jembatan pendidikan bagi yang selama ini tertinggal. Pendidikan tinggi bukanlah hak eksklusif, melainkan hak setiap anak bangsa.
Mutu Pendidikan
Meningkatkan jumlah mahasiswa tidak berarti apa-apa jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini mencakup pengajaran yang relevan, kurikulum yang adaptif, penelitian yang berdampak, dan tata kelola yang transparan.
Menurut Prof. Juni, masih banyak hal yang perlu dibenahi: kurikulum yang belum selaras dengan tuntutan zaman, metode pembelajaran yang kurang inovatif, minimnya sinergi dengan industri, hingga rendahnya produktivitas riset dan publikasi ilmiah.
Untuk menjawab tantangan tersebut, perguruan tinggi perlu serius dalam menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), bukan sekadar sebagai dokumen akreditasi, tapi sebagai budaya mutu yang hidup. Transformasi mindset jadi kunci.
Langkah strategis seperti revitalisasi kurikulum berbasis 4C (critical thinking, creativity, collaboration, communication), peningkatan kompetensi dosen, dan kemitraan aktif dengan dunia industri harus terus digalakkan. Tak kalah penting, tata kelola universitas harus mengedepankan akuntabilitas dan transparansi, agar kepercayaan publik tetap terjaga.
Hari Pendidikan Nasional 2025 bisa menjadi titik tolak baru, saatnya memperkuat komitmen bersama untuk menghadirkan pendidikan tinggi yang unggul dan inklusif. Visi Indonesia Emas hanya bisa tercapai jika seluruh anak bangsa punya akses yang sama dan kualitas pendidikan yang memadai. Karena sejatinya, akses tanpa mutu hanya melahirkan kekecewaan, sementara mutu tanpa akses hanya mempertebal kesenjangan. Indonesia membutuhkan keduanya—pendidikan tinggi yang bisa dirasakan semua, dan lulusan yang siap menjawab tantangan global.
Comments are closed.