Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Usulan Solo Jadi Daerah Istimewa Menuai Pertanyaan

METROJATENG.COM, JAKARTA – Usulan menjadikan Kota Solo sebagai daerah istimewa kembali mencuat dalam rapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri. Namun, rencana tersebut langsung menuai tanda tanya besar dari kalangan parlemen. Salah satunya datang dari Anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan, yang meminta penjelasan lebih konkret soal keistimewaan Solo dibandingkan daerah lain.

“Kalau mau jadi daerah istimewa, harus jelas dulu keistimewaannya apa. Jangan sampai hanya karena faktor emosional atau romantisme sejarah,” ujar Irawan.

Menurut politisi Fraksi Golkar itu, penetapan status istimewa atau khusus bagi suatu daerah harus berlandaskan aspek historis dan budaya yang kuat, seperti yang selama ini berlaku untuk Yogyakarta dan Aceh. “Konstitusi memang memungkinkan, tapi tak serta-merta semua daerah bisa menyandang gelar istimewa. Harus ada justifikasi yang kuat,” tegasnya.

Sebagai informasi, usulan pembentukan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) ini berasal dari Keraton Surakarta dan Mangkunegaran. Mereka berharap status baru itu dapat memperkuat pengakuan terhadap peran sejarah dan budaya kerajaan di masa lalu, sekaligus memperjuangkan hak-hak mereka yang belum sepenuhnya diakomodasi.

Menanggapi hal tersebut, Ahmad Irawan menilai prosesnya tidak bisa terburu-buru. Ia menyoroti perlunya kajian akademik mendalam dan diskusi publik yang terbuka. “Kalau Yogyakarta punya Sultan sebagai kepala daerah yang ditetapkan tanpa Pilkada, lantas Solo akan menampilkan keistimewaan dalam bentuk apa? Apakah ingin jadi provinsi budaya? Atau ada skema pemerintahan khusus lainnya?” katanya mempertanyakan.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, mencatat bahwa saat ini ada 341 usulan pemekaran daerah, termasuk enam permintaan status istimewa. Solo adalah salah satu di antaranya, bahkan dikabarkan ingin berpisah dari Jawa Tengah dan berdiri sebagai provinsi tersendiri.

“Kalau Solo ingin jadi provinsi, bukan sekadar kota istimewa, maka implikasinya sangat besar. Ini bukan sekadar perubahan administratif, tapi bisa berdampak pada politik, ekonomi, bahkan anggaran negara,” jelas Irawan.

Ia mengingatkan bahwa status istimewa bukan sekadar label, tapi menyangkut struktur pemerintahan dan keistimewaan hukum yang berlaku di dalamnya. “Jangan sampai istilah ‘istimewa’ jadi sekadar simbol tanpa makna substansi. Maka kita harus gali lebih dalam lagi,” pungkasnya.

Comments are closed.