Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Pengurus Pondok Pesantren Sepakati Komitmen Ciptakan Lingkungan Ramah Anak

METROJATENG.COM, UNGARAN – Sebanyak 100 pengurus pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Semarang telah menandatangani komitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak yang menuntut ilmu di pesantren.

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Semarang, Ta’yinul Birri Bagus Nugroho mengungkapkan, hingga kini terdapat 185 pondok pesantren yang sudah terdaftar dan berizin di wilayah Kabupaten Semarang, dengan jumlah santri mencapai lebih dari 14 ribu orang. Meski demikian, masih ada beberapa ponpes yang belum memiliki izin operasional (Ijop). Oleh karena itu, pihaknya melalui penyuluh di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan terus mengimbau kepada para pengelola pondok pesantren untuk segera mengurus Ijop.

“Tahun ini, beberapa pondok pesantren telah berhasil mendapatkan Ijop, dan beberapa lainnya masih dalam proses,” ungkapnya usai acara pencanangan dan sosialisasi pondok pesantren ramah anak di Ruang Dharma Satya, Kompleks Kantor Bupati Semarang, Rabu (5/3/2025).

Ta’yinul menjelaskan, pondok pesantren yang ingin mendapatkan Ijop harus beroperasi minimal dua tahun. Izin operasional tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Terkait dengan maraknya kasus hukum yang melibatkan pengurus pondok pesantren, Ta’yinul menekankan pentingnya kehati-hatian dalam memilih ponpes untuk pendidikan anak-anak. “Kami telah mengingatkan masyarakat untuk memeriksa izin operasional dan keabsahan sanad keilmuan para Kyai yang mengelola pondok pesantren,” tambahnya.

Kasus pelecehan seksual terhadap santri yang baru-baru ini diungkap oleh Kepolisian, menurut Ta’yinul, terjadi di pondok pesantren yang belum terdaftar dan baru beroperasi. Ia memastikan bahwa Kementerian Agama akan terus melakukan pembinaan agar pesantren-pesantren tersebut dapat menjadi lingkungan yang ramah anak.

Sementara itu, Kasatreskrim Polres Semarang, AKP Aditya Perdana, menegaskan komitmen pihak kepolisian untuk tidak mentolerir segala bentuk kekerasan terhadap anak dan perempuan. “Pihak kepolisian akan memberikan edukasi kepada pengurus pondok pesantren mengenai risiko tindak pidana kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak. Ancaman hukumannya bisa mencapai 15 tahun penjara,” jelasnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Semarang, Dwi Saiful Noor Hidayat, juga menyampaikan bahwa pada tahun ini tercatat ada 23 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Lebih dari separuh kasus tersebut, yakni 15 kasus atau sekitar 65,21 persen, terjadi di lingkungan pondok pesantren. “Sosialisasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pondok pesantren dapat memenuhi hak-hak anak dan menjadi tempat yang aman bagi mereka,” ujarnya.

Dengan adanya komitmen ini, diharapkan pondok pesantren di Kabupaten Semarang dapat terus berkembang sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya memberikan pengetahuan agama, tetapi juga memperhatikan perlindungan hak-hak anak.

Comments are closed.