Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Komisi III DPRD Banyumas Gencar Kawal PAD Hingga Evaluasi BUMD

METROJATENG.COM, PURWOKERTO – Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan nadi daerah, yang menjadi salah satu sumber pembiayaan pemerintah daerah, sekaligus juga pembiayaan pembangunan. Karenanya Komisi III DPRD Banyumas yang membidangi keuangan, perekonomian dan BUMD sangat gencar dalam melakukan pengawalan PAD hingga evaluasi BUMD.

Anggota Komisi III DPRD Banyumas, Wawan Yuwandha mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir menjelang masa akhir jabatan, muncul persoalan Perusahaan Daerah (PD) Pasar Satria. Dimana setelah retribusi pasar kembali dikelola oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Kabupaten Banyumas, pendapatan PD Pasar Satria menurun.

Dampak penurunan pendapatan ini, berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) beberapa karyawan PD Pasar Satria, yang dilakukan tanpa pesangon. Sehingga muncul tuntutan dari para karyawan ini, yang sampai melibatkan kuasa hukum. Kisruh ini pun sampai ke DPRD Banyumas, dimana para karyawan tersebut mengadu ke Komisi III.

“Para karyawan ini meminta agar hak-haknya diberikan. Kami dari Komisi III juga mendorong agar hak-hak karyawan diselesaikan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Karena jika tidak diselesaikan, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi Banyumas, dimana sebuah BUMD melakukan PHK tanpa pesangon”, kata Wawan dalam perbincangan bersama Metrojateng.com.

Wakil rakyat dari PDI Perjuangan ini menegaskan, bahwa kepemilikan PD Pasar Satria adalah pemkab. Walaupun muncul wacana PD Pasar Satria ini akan ditutup, namun hak karyawan yang di PHK mutlak harus diberikan. Mengingat pada saat bersamaan, Pemkab Banyumas juga tengah melakukan evaluasi terhadap beberapa BUMD, termasuk PD Pasar Satria, dimana keberlanjutan BUMD ini masih dalam pembahasan.

“Terlepas dari PD Pasar Satria ini akan dibubarkan atau dilanjutkan, masalah hak-hak pekerja ini adalah terpisah, karena PHK dilakukan saat PD Pasar Satria masih berdiri, sehingga hak-hak karyawan harus dipenuhi”, ungkapnya.

Sementara itu, terkait evaluasi kinerja BUMD yang tengah dilakukan Pemkab Banyumas dengan melibatkan pihak ketiga yaitu akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Wawan berharap, penilaian kinerja BUMD tersebut dilakukan secara objektif dan berdasarkan indikator-indikator yang bisa dipertanggungjawabkan.

“Saat ini masih dilakukan studi pendahuluan dan selanjutkan akan dilakukan penilaian lanjutan. Semua proses tersebut harus dilakukan dengan parameter yang objektif. Apapun nantinya keputusan yang diambil harus berdasarkan penilaian yang objektif”, tuturnya.

Caption Foto : Komisi III DPRD Banyumas saat melakukan kunjungan kerja ke Solo terkait retribusi pasar. (Foto : Dok. Komisi III).

 

Pajak dan Retribusi

Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Banyumas, Setya Arinugraha menyatakan, bahwa PAD Banyumas yang paling riil adalah dari sektor pajak dan retribusi. Hanya saja, ada permasalahan terkait retribusi kios di pasar tradisional.

Retribusi pasar terakhir naik pada Tahun 2011. Pemkab Banyumas sebenarnya berencana menaikan retribusi pasar pada Tahun 2021 lalu, yang sudah dikuatkan dengan peraturan daerah (perda). Namun, karena kondisi pandemi saat itu, penerapan kenaikan retribusi ditunda.

“Sekarang ini muncul regulasi baru, dimana kenaikan retribusi pasar mencapai 300 persen. Hal ini tentu mengundang protes dari kalangan pedagang, dimana perwakilan pedagang dari 28 pasar menyatakan keberatan dan mengadu ke kita”, terangnya.

Wakil rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini memaparkan, kenaikan 300 persen sebenarnya merupakan penerapan dari perda lama yang tertunda karena pandemi. Namun, situasi inflasi, perekonomian yang lesu dan daya beli masyarakat yang menurun menjadi poin keberatan para pedagang. Sebagaimana diketahui, pascapandemi muncul pasar-pasar modern dengan sistem penjualan online yang mengancam keberadaan pasar tradisional.

“Perkembangan teknologi adalah sebuah keniscayaan. Dari hasil evaluasi Komisi III DPRD Banyumas, pasar tradisional sebagai pusat ekonomi kerakyatan, sejauh ini belum dikelola dengan baik, termasuk juga dalam hal penyediaan sarana dan prasarana, sehingga gagap dalam menghadapi persaingan pasar modern”, tuturnya.

Setya Ari menekankan, butuh kearifan lokal untuk menerapkan perda tersebut, sebab tidak semua pasar tradisional beroperasi secara penuh dan ramai pembeli. Di Banyumas, lanjutnya, ada beberapa pasar yang hanya buka pada hari pasaran tertentu seperti pahing atau manis, sehingga jika perda kenaikan retribusi pasar diterapkan akan memberatkan para pedagang.

“Ini yang menjadi PR bagi DPRD periode berikutnya, untuk mengawal penerapan perda tersebut dengan tidak meninggalkan kearifan lokal”, tegasnya.

Dalam upaya mendongkrak PAD Banyumas, Setya Ari juga mendorong dinas terkait untuk lebih mengintensifkan penerapan tapping box, sebagai alat kontrol untuk wajib pajak di sektor perhotelan dan restoran.

Terkait BUMD, Setya Ari meminta agar evaluasi dilakukan segera dan objektif. Dimana keberadaan Banyumas Investama Jaya (BIJ), BLUD serta PD Pasar Satria sudah lama menjadi perdebatan di Komisi III. BUMD-BUMD tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap PAD Banyumas.

“Korp bisnis BIJ ini sebenarnya apa saja, layak dteruskan atau tidak, harus benar-benar dikaji mendalam, jangan sampai BUMD hanya menjadi tempat ‘balas budi’ bagi tim sukses”, pungkasnya.

Comments are closed.