Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

BMKG : Hujan Deras di Musim Kemarau Bukan Anomali Iklam

METROJATENG.COM, JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa fenomena hujan deras yang terjadi di musim kemarau ini, bukanlah anomaly iklim. Tetapi merupakan kondisi normal yang kerap terjadi, mengingat letak geografis Indonesiayang berada di antara dua benua dan dua Samudra.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, letak geografis Indonesia menyebabkan memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Sehingga meskipun di musim kemarau, bukan berarti tidak turun hujan.

“Letak geografis ini, menjadikan Indonesia memiliki dua musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Angin monsun barat dari Benua Asia membuat Indonesia mengalami musim hujan. Sementara secara umum, musim kemarau di Indonesia berkaitan dengan aktifnya angin monsun timur dari Australia yang bersifat kering”, jelasnya dalam rilis yang sampaikan BMKG.

Meski berstatus musim kemarau, lanjutnya, namun bukan berarti tidakturun hujan sama sekali. Melainkan curah hujan di suatu tempat kurang dari 50 mm/dasarian dan terjadi minimal tiga dasarian berturut-turut. Musim kemarau sendiri, tidak terjadi secara bersamaan di Indonesia dan berlangsung dengan durasi yang berbeda antar wilayah.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan BMKG, hingga akhir Juni 2024 menunjukkan bahwa sebanyak 43% zona musim di Indonesia sedang mengalami musim kemarau. Adapun puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2024, mencakup 77,27% wilayah zona musim.

Meskipun musim kemarau sedang terjadi di sebagian wilayah Indonesia, namun tidak selalu menunjukkan kondisi iklim yang kering dan panas, karena keragaman iklim di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi musim.

Faktor lain yang mempengaruhi keragaman iklim di Indonesia yaitu faktor global misalnya fenomena El Nino/La Nina, faktor regional misalnya Madden Julian Oscillation dan menghangatnya suhu permukaan laut di sekitar Indonesia dan faktor lokal misalnya adanya angin darat-angin laut.

“Sebuah kejadian cuaca, umumnya merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor tersebut”, jelasnya.

Mengenai fenomena hujan lebat dalam beberapa hari terakhir di beberapa wilayah Indonesia seperti Banten, Jawa Barat, Jakarta, dan Maluku, hal tersebut disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional yang cukup signifikan. Di antaranya, termonitornya aktivitas fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby Ekuatorial, dan Gelombang Kelvin.

MJO adalah aktivitas dinamika atmosfer yang terjadi di wilayah tropis, di mana terdapat pergerakan sistem awan hujan yang bergerak di sepanjang khatulistiwa, dari Samudra Hindia sebelah timur Afrika ke Samudra Pasifik dan melewati wilayah Benua Maritim Indonesia.

“Fenomena ini, sifatnya temporal dan akan terulang setiap 30 hingga 60 hari di sepanjang wilayah khatulistiwa”, terangnya.

Comments are closed.