METROJATENG.COM, JAKARTA – Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada beberapa Perguruan Tinggi (PT) membuat Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) angkat bicara. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek, Abdul Haris menekankan, penetapan UKT harus mengedepankan asas keadilan.
“Kami selalu mendengarkan dan menerima masukan secara saksama. Kami juga telah melakukan komunikasi yang intens dengan para pemimpin perguruan tinggi untuk menyamakan frekuensi dan menuju titik temu yang terbaik bagi kita semua. Poin pertama adalah terkait miskonsepsi bahwa UKT seluruh mahasiswa naik. Kami tekankan, tidak ada perubahan UKT untuk mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan. Apabila pemimpin PTN dan PTNBH menetapkan UKT baru, maka UKT tersebut hanya berlaku bagi mahasiswa baru”, jelas Haris.
Lebih lanjut, Haris memaparkan, proporsi mahasiswa baru yang masuk ke dalam kelompok UKT tertinggi (kelompok 8 sampai dengan kelompok 12) hanya 3,7% dari populasi. Sebaliknya, 29,2% mahasiswa baru masuk ke kelompok UKT rendah, yakni tarif UKT kelompok 1, kelompok 2 dan penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah, sehingga melampaui mandat 20% dari UU Pendidikan Tinggi.
Poin kedua, lanjutnya, soal kemungkinan mahasiswa baru merasa keberatan terhadap penempatan kelompok UKT, Haris menekankan bahwa PTN dan PTN-BH harus mewadahi peninjauan ulang kelompok UKT bagi mahasiswa yang mengajukan.
“Mahasiswa yang keberatan dengan penempatan kelompok UKTnya, misalnya karena perubahan kemampuan ekonomi atau hasil penetapan tidak sesuai dengan fakta kondisi ekonominya, bisa mengajukan peninjauan ulang sesuai prosedur”, ungkapnya.
Pasal 17 Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbudristek mengatur bahwa mahasiswa, orang tua mahasiswa atau pihak lain yang membiayai mahasiswa dapat mengajukan kepada PTN maupun PTNBH peninjauan kembali UKT apabila terdapat ketidaksesuaian data dengan fakta terkait ekonomi mahasiswa. Dirinya juga menegaskan, PTN dan PTNBH harus memfasilitasi permohonan tersebut secara adil dan transparan, sesuai Permendikbudristek tentang SSBOPT.
Peninjauan Ulang
Ditambahkan Haris bahwa jika masih ada keluhan setelah proses peninjauan ulang, maka mahasiswa baru bisa menyampaikan laporan melalui situs kemdikbud.lapor.go.id. Nantinya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Diktiristek akan menindaklanjuti laporan yang masuk mengenai kebijakan UKT yang tidak sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024.
Sebagai contoh, kata Haris, pihaknya secara intens berkomunikasi dengan Rektor Universitas Riau (Unri) untuk mendorong komunikasi yang harmonis dan menegaskan keberpihakan kampus kepada masyarakat. Berdasarkan komunikasi terakhir dengan Rektor Unri, semua mahasiswa baru telah diberikan kesempatan untuk mengusulkan peninjauan ulang UKT sampai tanggal 16 Mei 2024. Dari 50 mahasiswa baru, 46 mahasiswa mengajukan peninjauan ulang, kemudian 38 mahasiswa divalidasi dapat diturunkan kelompok UKTnya.
Sampai saat ini, koordinasi dengan pemimpin PTN dan PTNBH terus dilakukan Ditjen Diktiristek, utamanya agar pemimpin PTN dan PTNBH untuk memegang teguh asas berkeadilan dan inklusivitas, serta memastikan mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi terakomodasi pada kelompok UKT 1 senilai Rp 500.000 per semester dan kelompok UKT 2 senilai Rp 1.000.000 per semester. UKT 1 tersebut sama dengan Rp 84.000 per bulan dan UKT 2 sama dengan Rp 167.000 per bulan. Pengaturan ini guna memastikan agar PTN dan PTNBH tetap inklusif dan mahasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi tetap mempunyai kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.
Comments are closed.