Jasela Diwacanakan Jadi Provinsi, Setya Arinugroho Ingatkan Tantangan Nyata di Lapangan
METROJATENG.COM, PURWOKERTO – Wacana pemekaran wilayah di Jawa Tengah kembali mencuat ke permukaan, kali ini melalui diskursus pembentukan Provinsi Jawa Tengah Selatan (Jasela). Gagasan ini datang dari Anggota DPD RI, Abdul Kholik, yang menilai adanya ketimpangan pembangunan yang masih terpusat di Semarang. Jasela digadang-gadang menjadi kawasan penyangga pangan sekaligus motor penggerak ekonomi di wilayah selatan Jawa Tengah.
Namun, tidak semua pihak langsung menyambut wacana ini dengan antusias. Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho, menanggapi dengan sikap hati-hati. Ia tidak serta-merta menolak, namun juga belum memberikan dukungan penuh. Baginya, pemekaran wilayah harus dilandasi oleh kajian ilmiah dan data yang komprehensif.
“Kita tidak boleh gegabah. Harus ada bukti empiris bahwa pemekaran ini menjadikan wilayah lebih strategis dan terperhatikan. Semakin kecil wilayah, seharusnya perhatian pembangunan bisa lebih fokus,” tegasnya.
Setya juga mengingatkan pentingnya kesiapan fiskal daerah-daerah yang diusulkan menjadi bagian dari Jasela. Dengan hanya 7 hingga 10 kabupaten/kota yang akan menopang provinsi baru ini, kemampuan untuk mandiri secara anggaran menjadi krusial.
Ia mencontohkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jawa Tengah saat ini berada di angka Rp 15 triliun, mayoritas dari pajak kendaraan bermotor. Berdasarkan regulasi terbaru, 60% pendapatan itu kembali ke daerah, sisanya masuk ke kas provinsi. “Jangan sampai pemekaran justru menambah beban fiskal baru tanpa kesiapan yang matang,” tambahnya.

Tantangan Sinkronisasi dan Ancaman Krisis Pertanian
Di luar persoalan administratif dan anggaran, Setya Ari menyoroti tantangan pembangunan lainnya, yaitu sinkronisasi kebijakan lintas pemerintahan, dari pusat hingga desa. Ia menekankan pentingnya keselarasan visi dan misi antara kepala daerah agar pembangunan tidak berjalan sendiri-sendiri.
Isu pertanian juga tak luput dari perhatian. Ia menilai minimnya ketertarikan generasi muda untuk terjun ke sawah bisa menjadi krisis tersembunyi. “Banyak lahan yang akhirnya dilirik pengembang karena petani mulai apatis. Ini harus jadi perhatian serius,” ujarnya.
Jasela bukan satu-satunya wilayah yang ingin berdiri sebagai provinsi baru. Sebelumnya, beberapa wacana serupa juga mencuat, seperti Provinsi Muria Raya (Kudus, Jepara, Pati, dan sekitarnya), Provinsi Daerah Istimewa Surakarta, serta Provinsi Banyumasan yang mencakup daerah-daerah di barat daya Jawa Tengah seperti Purbalingga dan Cilacap. Wacana-wacana ini muncul dari semangat yang sama, yaitu pemerataan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik.
Namun, membentuk provinsi baru bukan sekadar soal semangat. UU No. 23 Tahun 2014 mengatur ketat soal ini. Mulai dari aspek administratif (persetujuan DPRD dan kepala daerah), teknis (kemampuan ekonomi, sosial, dan infrastruktur), hingga kewilayahan (jumlah minimal lima kabupaten/kota) harus dipenuhi.
Kemampuan fiskal, kepadatan penduduk, indeks pembangunan manusia, hingga aksesibilitas wilayah menjadi pertimbangan krusial dalam setiap usulan pemekaran.
Setya Arinugroho menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa sinergi antarlembaga dan antardaerah menjadi kunci sukses, baik dalam pemekaran maupun pembangunan. “Kita butuh kajian, bukan hanya euforia. Jangan sampai hanya mengejar status baru tapi abai terhadap tantangan riil di lapangan,” pungkasnya.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.