Tingkat Perceraian Tinggi, Kemenag Rancang Skema Baru Bimbingan Pranikah
METROJATENG.COM, JAKARTA – Lonjakan angka perceraian di Indonesia memicu langkah cepat Kementerian Agama (Kemenag) untuk merombak total sistem bimbingan pranikah. Tak lagi sekadar formalitas sebelum ijab kabul, Kemenag tengah menyiapkan skema baru yang lebih relevan dengan dinamika kehidupan rumah tangga masa kini.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menegaskan bahwa pendekatan baru ini akan berbasis pada kondisi nyata di lapangan. “Kami mulai dari pemetaan wilayah dengan angka perceraian tinggi. Kami pelajari faktor budaya, akses terhadap layanan keagamaan, hingga efektivitas pembinaan yang selama ini dilakukan,” jelasnya.
Skema bimbingan pranikah yang tengah digodok ini akan mengusung pendekatan komunitas, mengintegrasikan modul dengan kearifan lokal, dan bahkan menyentuh aspek penting yang selama ini jarang disentuh, penyuluhan pascapernikahan.
Langkah ini dianggap mendesak, mengingat data Kemenag menunjukkan angka perceraian tetap tinggi sejak 2020, bahkan sempat melonjak drastis selama pandemi. Abu menyebut ini sebagai “alarm serius” bagi pemerintah dan masyarakat.
“Perselisihan yang terus-menerus, masalah ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, hingga miskomunikasi jadi penyebab utama. Tapi satu hal yang jelas: bimbingan pranikah kita harus bertransformasi. Tidak bisa lagi memakai pola lama,” tegas Abu.
Menariknya, Kemenag menemukan bahwa mayoritas pernikahan terjadi pada kelompok usia 22–24 tahun, kelompok yang dinilai paling rentan terhadap konflik karena belum cukup matang secara emosional dan sosial.
“Usia muda bukan masalahnya. Tapi kesiapan mental dan keterampilan mengelola konfliklah yang menentukan. Karena itu, kita ingin bimbingan pranikah bukan cuma menjelaskan soal hukum pernikahan, tapi jadi ruang persiapan hidup nyata,” katanya.
Sebagai bagian dari strategi baru, Kemenag juga mendorong peran aktif penyuluh agama sebagai agen perubahan sosial. Mereka akan menjadi ujung tombak dalam mendampingi pasangan suami istri, sejak masa pranikah hingga tahun-tahun awal membangun rumah tangga.
Dengan skema baru ini, Kemenag berharap pernikahan tidak hanya sah secara agama dan negara, tetapi juga kuat secara mental dan emosional, sebagai fondasi utama keluarga Indonesia yang harmonis.
Comments are closed.