Metro Jateng
Berita Jawa Tengah

Sebarkan Pesan Damai, Unsoed Lounching Griya Moderasi Beragama

METROJATENG.COM, PURWOKERTO – Sebagai upaya untuk menyebarkan pesan damai, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto melounching Griya Moderasi Beragama. Dalam acara yang berlangsung di Aula LPPM Unsoed tersebut, juga menghadirkan budayawan Banyumas, Ahmad Tohari.

Kasubdit Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama (Kemenag), Dr. Khaerul Umam M.Ud mengatakan, moderasi beragama di Perguruan Tinggi (PT) umum menjadi urgen karena kondisi kebangsaan dan keagamaan di Indonesia yang majemuk serta berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik keagamaan yang berlebihan (ekstrimis). Sehingga keberadaan Griya Moderasi diharapkan mampu mempomosikan pandangan keagamaan yang toleran sehingga kehidupan menjadi harmonis dan damai.

“Istilah Griya Moderasi dikhususkan untuk wadah moderasi di perguruan tinggi umum, sementara di perguruan tinggi agama disebut Rumah Moderasi. Kemenag sendiri memiliki target pendirian 20 Griya Moderasi di tahun 2024,” terangnya.

Ketua Griya Moderasi Beragama Unsoed, Nurlaela S.Ag. M.Ag menyampaikan, kegiatan ini dikhususkan untuk dosen/guru Pendidikan Agama Islam yang merupakan amanat dari Kemenag RI, sementara untuk pendidik mata kuliah agama lain akan ada kegiatan lain.

Ketua LPPM Unsoed, Prof. Dr. Ir. Elly Tugiyanti M.P. IPU. ASEAN Eng menambahkan, bela negara merupakan sebuah kewajiban dalam agama dan agama perlu disebarkan melalui jalan damai.

“Kami sangat mengapresiasi kegiatan ini hadir di Unsoed sebagai upaya menyebarkan pesan damai. Semoga Griya Moderasi Beragama menginspirasi hadirnya kegiatan positif lainnya di Unsoed,” tuturnya.

Moderasi Beragama

Sementara itu, dalam workshop, Budayawan Banyumas, KH Ahmad Tohari memaparkan tentang pemahaman keagamaan dari dua sisi, dimana agama yang dapat dipahami sera maknawi dan simbolik. Menurutnya, moderasi beragama perlu mengembangkan hal-hal yang maknawi dalam beragama.

“Toleransi beragama yang ekstrem dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan tetap menyayangi pamannya, Abu Thalib, yang tidak mau membaca syahadat. Apabila kita dapat meneladani perilaku Rasul tersebut, maka kita sudah dapat mengaplikasikan moderasi beragama dan bila kita dapat menghargai berbagai perbedaan, akan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,” terangnya.

Narasumber lainnya, Ahmad Yusuf Prasetiawan S.Pd.I, M.Pd.I menjelaskan tentang moderasi yang berarti al-muqtashida (5:66) dan al-wasatiyah (2:143). Surat al-Baqarah: 143 turun berkaitan dengan perpindahan kiblat yang sebelumnya ke arah baitul maqdis kemudian dipindah ke arah baitul haram saat Nabi sering dibully oleh Nasrani dan Yahudi. Hal ini menunjukkan betapa fleksibelnya Allah mengganti arah kiblat.

Keberadaan Islam hadir untuk memoderasi dua kutub ekstrimis yang hadir saat itu, yaitu Yahudi (ortodok) dan Nasrani (liberal). Selain itu, Islam juga hadir untuk memoderasi ta’ashub kesukuan bangsa Arab (49:13) yang menyatakan bahwa kelompok yang paling unggul adalah yang paling bertakwa, bukan berdasarkan monopolisme suku Quraisy.

Moderasi beragama harus sampai pada keadilan bagi kelompok lain. Jangan sampai menjadi moderat yang ekstrim sehingga menolak pandangan di luar kelompok mereka. Wasathiyyah juga dicontohkan oleh kelompok teologi kalam Asyariyah yang menengahi jabariyyah dan qadariyyah.

“Gerakan moderasi beragama seringkali dituduh akan menciptakan kehidupan yang sekuler, dianggap sebagai alat penguasa untuk menundukkan umat, dan memperkuat hegemoni barat. Sehingga, keberlanjutan gerakan moderasi di kampus akan bergantung pada niat kita semua,” ungkapnya.

Comments are closed.