Sisir Pantai Sodong Setiap Pagi Buta, Demi Selamatkan Ribuan Penyu
METROJATENG.COM, CILACAP – Penyu merupakan salah satu hewan yang dilindungi, mengingat satwa ini memiliki peran penting dalam keberlangsungan ekosistem laut. Tak hanya penyu hijau, bahkan semua jenis penyu sudah masuk dalam kategori hewan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Namun tidak mudah untuk membangun kesadaran di masyarakat, terkait pelestarian penyu ini. Hal tersebut tak menyurutkan tekad Ketua Konservasi Penyu Nagaraja Cilacap, Jumawan untuk terus berupaya menyelamatkan kebelangsungan penyu.
“Saya setiap pagi berjalan kaki menyusuri pantai untuk mencari telur penyu, harus pagi-pagi sekali, supaya tidak kedahuluan oleh yang lain. Sebab, telur penyu butuh perlakuan khusus, jika tidak benar memperlakukannya maka telur tidak bisa menetas”, tuturnya.
Membangun konservasi penyu sejak Tahun 2019, bukanlah langkah mudah bagi Jumawan. Ia harus berhadapan dengan masyarakat sekitar pantai serta nelayan yang pada saat itu masih banyak mengkonsumsi telur penyu. Karena telur penyu dianggap mampu meningkatkan vitalitas. Pelahan, Jumawan terus mengedukasi masyarakat, bahkan tak jarang ia harus merogoh kocek pribadi untuk membeli telur dari warga sekitar pantai yang menemukannya.
“Sekarang kesadaran masyarakat dan nelayan sudah meningkat, sudah jarang sekali yang mengkonsumsi telur penyu. Dan sampai hari ini, sudah ada 60 penyu yang bertelur, untuk tahun ini kita bisa menyelamatkan 4 ribu lebih telur penyu dan sekaligus sudah bisa melepas banyak anak penyu atau tukik”, ucapnya.
Jumawan menyebut, upaya pelestarian penyu ini tidak terlepas dari dukungan PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Maos.
“Sejak pertama mengawali konservasi penyu ini, Pertamina selalu bersama kami”, kata Jumawan.

Ratusan Telur Penyu
Lebih lanjut Jumawan memaparkan, pihaknya membuat media alami buatan untuk pelestarian penyu. Dalam kondisi cerah, telur penyu bisa menetas dalam usia 46-47 hari dan sekali bertelur sampai ratusan butir. Dengan media alami buatan benton yang lebih lembab, berpotensi menghasilan penyu pejantan dan biasanya usia menetas telurnya sampai 48-49 hari.
“Dari ratusan butir telur yang dihasilkan, jika dibiarkan tanpa perlindungan, yang menetas hanya 1 : 1.000. Berkat dukungan masyarakat sekitar yang sudah mulai terbangun kesadarannya, kita bisa lebih banyak lagi menyelamatkan penyu”, jelasnya.
Di tempat penangkaran penyu ini terdapat ribuan tukik yang berusia 1-2 bulan. Pada usia tersebut, tukik sudah bisa dilepas, karena sudah pandai menyelam dan bisa mencari makan sendiri. Namun, terkait keberlangsung tukik-tukik tersebut di alam bebas, Jumawan menyatakan, sedikit banyak campur tangan manusia juga berpengaruh. Sebab, jika tukik terbawa ombak dan kembali terdampar di pantai, maka tetap ada kemungkinan tertangkap tangan manusia. Tinggal bagaimana manusia memperlakukan tukik tersebut.
“Membangun kesadaran masyarakat tidak bisa instan, karena itu jika memasuki musim penyu bertelur yaitu pada bulan Mei-Juni-Juli, kita akan turun untuk melakukan edukasi melalui forum-forum pertemuan ataupun dengan turun langsung menemui mereka”, terangnya.
Terkait banyaknya produksi telur dari penyu, lanjut Jumawan, bergantung pada usia penyu. Untuk penyu yang berusia 20 tahun dan baru pertama kali bertelur, produksi telurnya rata-rata 100-120 butir. Dan semaki tua usia penyu, produksi telurnya akan semakin banyak.
“Penyu Lekang (Lepidochelys Olivacea) mulai bertelur pada usia 15 tahun dan untuk Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata) baru bertelur pada usia 20-25 tahun. Jika penyu bertelur di alam bebas dan tanpa pemantauan, maka hanya 10% yang terselamatkan secara alami, namun bila kita menemukan dan kemudian membawa ke tempat konservasi ini, kemungkinan telurnya menetas hingga 92% – 99%”. ungkapnya.

Konservasi dan Wisata
Keberadaan konservasi penyu ini, berdampak positif terhadap kunjungan wisatawan ke Pantai Sodong. Selain menawarkan wisata pantai, pengunjung juga bisa wisata edukasi di penangkaran penyu.
Fuel Terminal Manager Maos, Wisnu Eka Baskara mengatakan, untuk bisa membangun konservasi, dibutuhkan orang-orang yang memiliki komitmen dan kecintaan terhadap satwa dan lingkungan. Wisnu menyebut sosok Jumawan sebagai local hero yang sudah banyak mengorbankan banyak hal demi keberlangsungan konservasi tersebut.
“Saya tahu, dulu local hero kita ini banyak dimusuhi orang sekitar, namun tidak membuat semangatnya surut. Tidak mudah untuk melawan mitos tentang telur penyu yang meningkatkan vitalitas. Karena nyatanya, 1 butir telur penyu itu setara dengan 20 butie telur ayam, sehingga untuk usia lanjut sangat tidak bagus, karena berisiko meningkatnya kolesterol dan lainnya”, ucapnya.
Setelah mitos tersebut terbantahkan dan edukasi terus digencarkan, sekarang ini penyu yang bertelur di Pantai Sodong meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Di sisi lain, kunjungan ke Sodong juga terus mengalami peningkatan. Banyak mahasiswa yang melakukan studi di penangkaran penyu, bahkan dari luar negeri juga ada yang datang untuk melakukan penelitian.
“Tugas kita bersama sekarang ini adalah mengenalkan pada dunia luar, bahwa ada konservasi penyu yang luar biasa di Pantai Sodong, selain untuk edukasi, juga supaya bisa menginspirasi sehingga muncul konservasi-konservasi lain dan lebih banyak lagi penyu yang bisa diselamatkan. Pertamina berkomitmen mendukung konservasi ini, sebab kita berprinsip bahwa program Corporate Social Responsibility (CSR) kita harus membawa manfaat bagi masyarakat maupun lingkungan”, tutur Wisnu.
Setelah kerja keras dan kolaborasi yang terjalin dengan apik, hal yang paling menggembirakan bagi Jumawan maupun PT Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah (JBT) adalah saat pelepasan tukik ke pantai. Pelepasan terkini sebanyak 500 ekor tukik yang dilepas bersama-sama di Pantai Sodong pada Kamis (19/9/2024).
“Nanti, 15-20 tahun lagi, kita akan menyaksikan begitu banyak penyu yang bertelur di sepanjang pantai. Semoga anak-cucu kita masih bisa menyaksikan beragam jenis penyu”, ucap Jumawan.
Comments are closed.