Cegah Korban Petugas Pemilu, Abdul Kholik Usulkan Pemisahan Pileg dan Pilpres
METROJATENG.COM, PURWOKERTO – Meninggalnya petugas linmas ataupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bukanlah hal yang baru. Namun, selalu terulang pada setiap kali momentum pemilu. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdul Kholik dalam kunjungannya ke Banyumas, menyampaikan usulan untuk dilakukan pemisahan kembali pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres).
“Saya mendapat informasi ada petugas di salah satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kebasen, Kabupaten Banyumas yang meninggal dunia. Pemilu 2019 juga terjadi ada petugas yang KPPS yang meninggal dunia, semua ini akibat proses administrasi pemilu di tingkat KPPS yang sangat menyita waktu”, jelasnya.
Abdul Kholik menyatakan, perlu dilakukan revisi dimana Pilpres dan Pileg kembali dilakukan secara terpisah. Ini penting untuk mengurangi beban petugas, sekaligus juga untuk memaksimalkan sosialisasi masing-masing pemilu.
“Pelaksanaan Pileg dan Pilpres yang bersamaan menambah beban dan menjadikan pemilu tidak seimbang, ada diskriminasi, pileg seperti tidak tampak, pemilih lebih fokus ke pilpres. Di sisi lain, ketegangan kompetisi pilpres juga cukup tinggi di masyarakat, karena ada ruang debat yang memicu pro dan kontra. Hal ini tentu berdampak juga terhadap pileg dan ini tidak baik”, tuturnya.
Pemilu serentak. lanjutnya, juga menyebabkan konsentrasi penyelenggara pemilu baik KPU ataupun Bawaslu tidak bisa maksimal dalam melakukan sosialisasi. Hingga pada akhirnya, terjadi praktek buying vote, tidak ada ajang adu gagasan dalam proses pileg yang menghilangkan esensi dari pemilu.
Beban Administrasi
Kepada wartawan, Abdul Kholik juga memaparkan, salah satu komponen yang menambah beban administrasi pemilu adalah banyaknya peserta pemilu serta banyaknya caleg pada masing-masing partai. Sehingga surat suara menjadi lebih tebal dan pemilih sulit mengenali caleg-caleg.
“Mengutip dari pakar pemilu Prof Ramlan Subakti yang mempunyai gagasan adanya liga pemilu. dimana parpol yang tidak lolos Parlementary Threshold, diberi jeda 1 kali tidak ikut pemilu untuk melakukan konsolidasi dulu, di sinilah ada ruang penyederhanaan jumlah peserta pemilu, yang tetu saja mengurangi beban administrasi”, terangnya.
Selain penyederhanan jumlah peserta pemilu, Abdul Kholik juga mengusulkan adanya penyederhanaan jumlah caleg pada tiap dapil. Sebab, faktanya tidak ada partai yang 100% calegnya terpilih, atau bahkan yang 50% saja tidak ada. Pengurangan jumlah caleg ini, juga sebagai bentuk efisiensi logistik pemilu, dimana ukuran surat suara lebih kecil dan masyarakat pemilih juga lebih mudah untuk mengenali caleg pilihannya.
“Jika jumlah caleg misalnya 50 x jumlah kursi, nama caleg bisa dicantumkan lebih besar atau bahkan mungkin bisa disertakan foto ukuran kecil, ini memudahkan pemilih”, ucapnya.
Abdul Kholik mengaku sudah pernah menyampaikan gagasan tersebut dalam forum DPD dan KPU RI, namun karena tidak ada revisi UU Pemilu, wacana tersebut tidak berkembang. Tetapi melihat masih jatuhnya korban meninggal dalam proses pemilu tahun ini, ia menegaskan, usulan tersebut kembali dimunculkan, dengan fokus untuk mencegah terjadinya korban di level KPPS.
Comments are closed.