Masjid Menara Kudus: Perpaduan Arsitektur Jawa, Hindu, dan Islam yang Unik
METROJATENG.COM, KUDUS – Di tengah hiruk-pikuk perkembangan zaman, Masjid Menara Kudus tetap berdiri megah sebagai salah satu simbol sejarah dan toleransi budaya di Indonesia. Masjid yang juga dikenal sebagai Masjid Al-Aqsha ini terletak di kawasan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Jawa Tengah, sekitar 1,5 kilometer dari pusat kota Kudus.
Masjid Menara Kudus bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga warisan budaya yang mencerminkan perpaduan harmonis antara unsur arsitektur Jawa, Hindu, dan Islam. Keunikan ini menjadikan masjid ini sebagai salah satu ikon wisata religi dan sejarah yang terkenal, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Masjid Menara Kudus didirikan pada tahun 1685 Masehi oleh seorang tokoh Wali Songo yang sangat dihormati, yaitu Syeh Jafar Shodiq, yang lebih dikenal sebagai Sunan Kudus. Dalam penanggalan Hijriyah, masjid ini dibangun pada tahun 956 H, sebagaimana tertera dalam tulisan Arab di sebuah batu prasasti yang terletak di salah satu bagian masjid.
Sunan Kudus dikenal sebagai sosok yang bijak dan mampu menyebarkan ajaran Islam secara damai, termasuk melalui pendekatan budaya lokal. Hal inilah yang kemudian tercermin dalam bentuk arsitektur Masjid Menara Kudus.
Salah satu ciri paling mencolok dari masjid ini adalah menaranya yang khas, terbuat dari susunan batu bata merah tanpa semen (seperti teknik bangunan candi), setinggi sekitar 17 meter. Menara ini lebih menyerupai arsitektur candi Hindu daripada menara masjid pada umumnya. Namun di atasnya terdapat bedug besar yang digunakan untuk penanda waktu salat, menggantikan fungsi adzan secara lisan yang biasa disuarakan dari menara.
Struktur utama masjid sendiri memadukan elemen arsitektur Islam dan Jawa. Atapnya berbentuk tumpang bersusun tiga, menyerupai meru dalam tradisi Hindu-Bali, yang menunjukkan pengaruh lokal pada gaya arsitektur masjid. Meskipun demikian, simbol-simbol keislaman tetap dominan di dalamnya, mencerminkan fungsi utama bangunan sebagai tempat ibadah umat Islam.
Simbol Akulturasi Budaya
Keberadaan Masjid Menara Kudus menjadi bukti nyata dari strategi dakwah Sunan Kudus yang sangat toleran dan menghargai kearifan lokal. Pada masa awal penyebaran Islam di Jawa, pendekatan seperti ini dianggap sangat efektif untuk menarik simpati masyarakat yang masih memegang teguh ajaran dan tradisi Hindu-Buddha.
Menara bergaya candi dan penggunaan batu bata merah merupakan bagian dari pendekatan tersebut. Sunan Kudus bahkan dikenal melarang penyembelihan sapi, sebagai bentuk penghormatan terhadap masyarakat Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci.
Hingga kini, Masjid Menara Kudus masih menjadi pusat kegiatan keagamaan masyarakat sekitar, serta menjadi destinasi utama bagi para peziarah dari berbagai daerah. Selain beribadah, pengunjung juga dapat mempelajari nilai-nilai sejarah, toleransi, dan budaya yang melekat pada bangunan ini.
Kompleks masjid juga dilengkapi dengan makam Sunan Kudus, yang setiap tahun ramai diziarahi, terutama pada bulan Ramadan dan Maulid Nabi. Kehadiran peziarah semakin memperkuat posisi masjid ini sebagai simbol penting dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia.
Masjid Menara Kudus tidak hanya berperan sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai saksi bisu perjalanan sejarah dan akulturasi budaya di tanah Jawa. Dengan arsitekturnya yang unik dan sarat makna, masjid ini menjadi warisan berharga yang patut dijaga dan dilestarikan oleh generasi mendatang.
Comments are closed.