Menggali Esensi dibalik Perintah Puasa Ramadhan
Penulis : Shulhan Habib - Alumni Magister Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Pasca Sarjana UIN Walisongo Semarang
METROJATENG.COM, SEMARANG- Bulan Ramadhan sebentar lagi akan tiba. Kedatangan bulan Ramadhan disambut hangat oleh kaum muslimin dengan gegap gempita. Perayaan seperti dugderan, tarhib Ramadhan menjadi bukti akan antusias umat Islam menyambut Ramadhan.
Ramadhan merupakan bulan yang sangat istimewa dan mulia. Karena saking istimewanya bulan Ramadhan, menjadikan puasa asyuro yang awalnya wajib menjadi sunah sebagaimana dalam kitab Shohih Bukhori. Bahkan menurut Fakhruddin Ar-razi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Allah telah mewajibkan puasa Ramadhan terhadap umat Yahudi dan Nasrani yang berakhir kepada kekufuran mereka. Umat Yahudi mengganti puasa Ramadhan dengan berpuasa pada hari yang diyakini Fir’aun tenggelam.
Sedangkan umat Nasrani menambahkan puasa Ramadhan hingga berjumlah lima puluh hari. Pada bulan Ramadhan umat islam diwajibkan untuk berpuasa sebulan penuh, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah 183;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah 183)
Dalam ayat tersebut, Allah mewajibkan kepada hambanya untuk melakukan ibadah puasa sebagaimana yang telah dilakukan umat-umat terdahulu. Jika meminjam definisi dari Imam Qurtubi, puasa memiliki arti sederhana dan arti yang rumit.
Puasa dalam arti sederhana dimaknai sebagai berniat menjaga dari hal yang dapat membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Sedangkan dalam arti rumit puasa tidak hanya sebatas menjaga diri dari makan minum maupun dari berhubungan seksual belaka. Melainkan menjaga diri dari segala hal yang dilarang agama serta tidak terjerumus kedalam kemaksiatan.
Fakhruddin Ar-Razi menambahkan, bahwa puasa dapat menjadikan seseorang semakin bertaqwa karena saat berpuasa, seseorang akan menahan dan menyembunyikan hawa nafsunya. Sehingga dengan berpuasa seseorang akan tercegah dari melakukan keburukan dan kejahatan.
Manusia hidup didunia tak lain hanya untuk memuaskan hasrat perut dan kemaluan. Dengan berpuasa seseorang akan dapat menekan hasrat dari keduanya.
Bahkan Ar-Razi menambahkan, bahwa saat seseorang ketergantungan akan sesuatu, maka sangat sulit untuk berhenti dari ketergantungan tersebut. Dan ketergantungan manusia terbesar adalah dalam hal memuaskan perut dan kemaluan.
Jika seseorang mampu menekan kedua ketergantungan tersebut maka ia dapat menahan ketergantungan lainnya dengan mudah yang berakibat timbulnya ketaqwaan dalam diri seseorang.
Selain itu puasa Ramadhan memiliki banyak hikmah bagi yang menjalankannya. Dalam kitab Maqashidus Shaum, Imam Izzuddin Abdul Aziz menjelaskan bahwa Ramadhan mengajarkan agar saling mengasihi dan saling berbagi satu sama lain.
Di saat orang teringat kelaparan saat berpuasa, ia akan tersentuh untuk membantu orang-orang kelaparan yang tidak ada makanan sama sekali. Sebagaimana Nabi Sulaiman dan Nabi Yusuf yang mendahulukan makan orang disekitarnya sebelum dirinya sendiri. Saat ditanya mengenai hal tersebut, beliau menjawab “aku takut jika kenyang sehingga aku lupa akan derita orang yang kelaparan”.
Puasa Ramadhan juga mengajarkan akan rasa bersyukur. Disaat seseorang berpuasa ia akan merasakan betapa besarnya nikmat Allah yang berupa rasa kenyang dan segar dari kehausan.
Sehingga saat orang berpuasa tidak merasakan kenyang dan segar, ia akan bersyukur saat merasakan kenyang dan segar pada waktu berbuka. Dengan berpuasa Ramadhan seseorang akan menjadi insan yang lebih bertaqwa sebagaimana esensi diwajibkannya puasa Ramadhan. Wallahu a’lam bisawab.(***)